Pentingnya Perempuan dalam Literatur Sejarah Kita

KhazanahPentingnya Perempuan dalam Literatur Sejarah Kita

Selama ini, perempuan nampak perlu berusaha lebih keras untuk hadir dalam dalam sejarah dan panggung Islam. Menemukan sejarah perempuan tidak semudah menemukan sejarah laki-laki. Bukan hanya dalam agama, tetapi juga dalam sains, filsafat, politik, dan lainnya. Hal demikian bukan karena tidak ada atau hanya sedikit perempuan dalam bidang-bidang itu, melainkan karena kontribusi mereka tidak dicatat, atau bahkan dikecualikan dari sejarah. Kekosongan sejarah perempuan sudah terlalu akrab dalam masyarakat Muslim. Puncak keilmuan Islam, otoritas intelektual atau spiritual, masih dilestarikan sebagai wilyah elit laki-laki. 

Dalam banyak karya tentang ‘politik pengakuan’, perilaku tidak mengakui kesejarahan seseorang adalah bentuk kekerasan. Dalam essay Charles Taylor yang berjudul ‘Multiculturalism and the Politics of Recognition’ (1994: 25) ditemukan bahwa, tidak mengakui atau salah mengenali sesuatu dapat menimbulkan kerugian, dan dapat menjadi bentuk penindasan. Menghilangkan wanita dari masa lalu di berbagai domain masyarakat, akan mendistorsi dan mengurangi kesejarahannya yang amat berharga.

Maka dari itu, penting sekali mempromosikan pengakuan dan penghargaan atas pemikiran dan kontribusi ilmiah perempuan. Kita patut curiga, ketika membaca sejarah Islam yang tidak mencatat satu perempuan pun sebagai bagian integral dan aktif dalam pembentukan, pelestarian, dan transmisi pengetahuan. Padahal, banyak wanita yang turut andil dalam menggali pengetahuan, posisi mapan di masjid dan institusi pendidikan bergengsi, memberikan instruksi agama, kepada pria maupun wanita.

Pada bulan Januari 2021 lalu misalnya, 43 jilid ensiklopedia biografi perempuan dalam tradisi intelektual hadis menarik perhatian dunia intelektual Islam. Masyarakat terpelajar sangat terkesan dengan penelitian lebih dari dua puluh tahun oleh Dr Mohammad Akram Nadwi dari Oxford ini. Judulnya, ‘Al-wafa bi-asma an-nisa’ atau dikenal juga dengan al-Muhadditsat. Puluhan jilid kamus tebal tersebut memuat lebih dari 10.000 biografi Muslimah, yang terlibat dengan pembelajaran, pengajaran, dan transmisi hadits. Menghidupkan kembali sejarah hilang dari intelektualitas perempuan Muslimah yang melakukan perjalanan melintasi laut dan gurun.

Baca Juga  Ngaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Menjaga Lisan Dari Ghibah (Bagian 2)

Penelitian Itu adalah hasil dari upaya satu orang, dalam satu bidang, selama dua dekade. Dapat dibayangkan Jika ada lebih banyak usaha dan penelitian dilakukan, pasti akan ditemukan lebih banyak nama lagi. Dengan begitu gambaran yang lebih lengkap tentang sejarah Islam yang tidak hanya dipenuhi oleh laki-laki, tetapi juga para wanita menjadi lebih jelas. Inilah bagaimana seharusnya pemikiran dan ekspresi perempuan diakui dan memperoleh penghargaan dalam catatan sejarah kita.

Kesimpulannya, mengakui kontribusi perempuan berarti menciptakan lebih banyak sumber untuk memperbesar dan meningkatkan gambaran utuh tentang sejarah dunia, yang diperkaya kontribusi perempuan. Kita perlu terus menemukan kembali, menulis ulang, dan mengklaim sejarah itu. Kita perlu mendorong masyarakat untuk mempromosikan pengakuan dan penghargaan atas pemikiran dan kontribusi ilmiah perempuan di dunia Islam.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait