Meneladani Kezuhudan Bung Karno

KhazanahMeneladani Kezuhudan Bung Karno

“Bagi kami, kemiskinan bukanlah sesuatu yang perlu membuat malu”, Bung Karno.

Kosa kata “miskin” rasa-rasanya ganjil terdengar di telinga kita, sebagai masyarakat Indonesia. Bangsa yang masyhur dengan kekayaan alam, baik di daratan maupun di lautan. Bahkan, berabad-abad bangsa kita dijajah, tidak lain akibat dari kekayaan itu sendiri. Karena itu, tidak ada tempat seharusnya, bagi kata “miskin” bersemayam di bumi yang penuh kekayaan ini.

Namun, apa yang mau dikata, pada kenyataannya kata miskin selalu menjadi sajian-sajian yang tak dapat alpa di antara menu-menu diskusi kita dewasa ini. Seperti dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Persentase penduduk miskin juga naik 0,37 persen poin dari Maret 2019 yang hanya 9,41 persen. Walau, presentase itu adalah faktor dari Covid-19, tetapi tetap diskursus tentang kemiskinan enggan juga kabur dari pokok permasalahan bangsa ini. Mirisnya, di balik kenyataan sosial demikian, tidak sedikit para pemimpin kita dan pemangku jabatan negeri ini bernasib sebaliknya. Hidup mewah, bergelimang harta, tahta, dan kuasa.

Memang, pandemi ini banyak menarik perhatian para pemimpin kita untuk saling berbagi, tetapi kita pun tidak dapat menafikan jika kasus-kasus korupsi dengan tendensi memperkaya diri dan kelompok masih mengakar kuat dalam bangsa ini, sehingga persoalan kemiskinan tidak pernah tertangani. Melihat kenyataan demikian mengingatkan saya pada kisah-kisah para pendiri bangsa pasca-kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hatta, dan lain sebayanya, sebagaimana diceritakan oleh orang-orang bijak bestari dan literatur-literatur kebangsaan, kita disuguhkan dengan kisah-kisah yang memilukan. Bahkan, jika tarik dalam konteks hari ini, sangat tidak elok untuk sekelas pendiri bangsa, hidup dalam balutan kemiskinan.

Bung Karno misalnya, presiden pertama Indonesia, sosok yang jika tidak ada dia, mungkin tidak ada Indonesia. Sang proklamator kemerdekaan, yang namanya besar tidak kalah besar dari bangsanya, tetap dengan pendiriannya untuk memilih hidup dalam kesederhanaan (kezuhudan). Bagi Bung Karno, kekayaan, hidup mewah, dan bergelimang harta tidak berarti apa-apa, jika di tanam di atas tanah yang masyarakatnya masih dalam jeratan kemiskinan, sebab ulah kolonialisme dan imperialisme. Dikisahkan, Bung Karno pernah berkata agar Bangsa kita tidak malu untuk memiliki gaya hidup sederhana. Bahkan, ia menganjurkan jika model hidup demikian dapat diimplementasikan oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai bagian dari karakter dan budaya bangsa. Dan Bung Karno mencontohkan ini, sebagai pemimpin bangsa dalam kehidupan nyatanya.

Baca Juga  Titik Beda Islam dan Islamisme

Bung Karno adalah sosok pemimpin yang patut dijadikan teladan. Ia konsisten menerapkan hidup dalam kezuhudan. Meskipun gelar presiden melekat dalam dirinya, tetapi tidak semerta-merta menjadikannya hidup yang berlebihan. Dikisahkan, Sigit Aris Prasetyo dalam Bung Karno dan Revolusi Mental (2017)Bung Karno dalam kehidupan pribadi dan keluarganya sama seperti kebanyakan masyarakat pada umunya. Saat tidak ada tugas ia kerap mengenakan kaos oblong, tanpa peci, dan celana pendek. Hal ini pula, yang seperti dikisahkan Bung Karno dalam Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965) karya Cindy Adam, seorang Duta Besar membelikan piyama baru untuknya. Karena, piyama satu-satunya yang dimiliki sudah sobek dan tidak layak pakai.

Tidak hanya sampai disitu, saking kepeduliannya yang begitu besar terhadap kehidupan dan kebahagiaan rakyat, sampai ia rela hidup menderita. Dikisahkan Eddi Elison wartawan istana era Bung Karno dalam Membaca Sukarno Dari Jarak Paling Dekat (2019)sepanjang hidupnya, Bung Karno jarang pegang uang. semua fasilitas disiapkan dan disdiakan negara, tetapi terkadang ia sering kalang-kabut tatkala harus memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga, seperti bayar keperluan sekolah anak-anaknya.

Budaya hidup sederhana, bagi Bung Karno adalah penting untuk dihayati dan dilakukan oleh semua anak bangsa. Budaya ini, menurut ia yang hanya mampu membentuk karakter bangsa yang kuat tahan banting. Bahkan, dapat menjauhkan bangsa dari penyakit-penyakit mentalitas yang dapat merusak jati diri bangsa, seperti korupsi. Bung Karno, sudah jauh-jauh hari, mewanti-wanti agar hidup sederhana harus diperkuat dan menjamur seluruh elemen masyarakat. Bung Karno, sebagaimana dalam buku Dibawah Bendera Revolusi (2005)pemberantasan korupsi tidak akan cukup, jika tidak diikuti gerakan kesederhanaan di golongan atas. Gerakan gotong-royong dan keadilan sosial di kalangan rakyat banyak.

Karena itu, dewasa ini, di antara balutan Covid-19 yang belum juga terlihat ujung pangkalnya, di atas kemiskinan, dan kasus-kasus korupsi yang masih menjamur dan tumbuh subur, sudah sepatutnya kita dapat bercermin kepada Bung Karno dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Kesederhanaan dan kecintaannya terhadap rakyat dan bangsa Indonesia, telah menutup nafsunya untuk hidup kaya dan mengkhianati rakyatnya. Sudah saatnya, kita, para pemimpin bangsa, pemangku jabatan, dan rakyat Indonesia dapat meneladani kezuhudan Bung Karno dalam berbangsa dan bernegara. Berkerja kolektif, gotong-royong, dan saling kasih atas sesama, bersama-sama membangun dan meraih cita-cita bangsa yang luhur dan adilihung.

Artikel Populer
Artikel Terkait