Menjadi Muslim yang Gemar Bersedekah

KhazanahHikmahMenjadi Muslim yang Gemar Bersedekah

Menjadi dermawan itu sikap yang mulia. Terlebih, di masa pandemi ini solidaritas kemanusiaan sangat diperlukan, adanya PSBB, PPKM, dan program lainnya menyebabkan banyak perekonomian terpaksa tersangkut dan bangkrut. Pemasukan mandek, sementara pengeluaran terus menggenjot, hal ini sangat membuat sesak jiwa para pencari nafkah. Demikian mengapa kita harus berbagi, bersedekah itu menentramkan bukan saja bagi mereka yang menerima karena merasa tertolong, tetapi kepada mereka juga yang memberi.

Bersedekah itu banyak macamnya, bisa berupa senyuman, pertolongan sederhana seperti menyingkirkan batu di jalan yang memudahkan orang lain lewat, dan sebagainya. Namun, sedekah yang dimaksud penulis di masa pandemi saat ini adalah berbagi harta atau menyisihkan rezeki untuk para korban yang terdampak. Rasulullah Saw merupakan teladan yang senang dalam berbagi, baik dalam keadaan lapang maupun sempit beliau mengupayakan bersedekah sebagai amal kebaikan yang disukai AllaH Swt.

Dalam al-Quran disebutkan, Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (QS. Al-Baqarah: 195).

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, salah satu riwayat mengenai ayat tersebut yakni, Hammad Ibnu Salamah meriwayatkan dari Daud dari Asya’bi dari ad-Dahak Ibnu Abu Jubair menceritakan, bahwa orang-orang Anshar biasa menyedekahkan dan menginfakkan sebagian harta mereka. Pada suatu ketika paceklik, karena itu mereka tidak lagi membelanjakannya di jalan Allah. Al-Hassan Al Basri menghubungkan takwil ayat, ‘janganlah kamu menjatuhkan dalam kebinasaan’ yang dimaksud ialah sifat kikir.

Oleh karena itu, bersedekah itu sangat dianjurkan. Membagikan harta kepada manusia yang membutuhkan sama halnya dengan membelanjakan harta tersebut di jalan Allah. Di masa pandemi sekarang, berbagi materi sangat signifikan, karena itu tak apa sesekali mengekspos kepedulian sosial di media sosial dengan tujuan mengajak, bergotong royong, dan lebih menggerakkan hati masyarakat untuk berbagi kebaikan secara nyata.

Ketika para konglomerat dengan berani di media sosial menampilkan barang-barang branded yang mereka miliki, maka mestinya lebih berani lagi ketika mereka melakukan pertolongan untuk banyak orang. Sikap seperti ini, tidak termasuk riya’ karena menggalang solidaritas di tengah pandemi membutuhkan banyak massa, selain melihat kuantitas jiwa masyarakat Indonesia yang berlimpah dan wabah pandemi yang tidak tejangkau kapan selesai justru jaringan ekspos media sosial konten gotong royong mesti diperluas.

Baca Juga  Gus Baha: Beragama adalah Proses

Sebagaimana kisah seorang pengusaha almarhum, Akidi Tio asal Langsa, Aceh yang menyumbangkan uangnya sebanyak dua triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Sumatera Selatan tengah menggemparkan jagat media. Memang  almarhum berniat berbagi bukan atas nama agama melainkan atas rasa kemanusiaan, tetapi justru ini yang menampar konglomerat umat Islam yang seakan-akan kurang tanggap atau loyal, yang konon ajaran bersedekah atau berinfak sangat signifikan dalam agamanya. Ini kritik keras terhadap diri sendiri sebagai umat Muslim agar lebih menghidupkan lagi ajaran-ajaran yang diperintahkan agama, bukan sekedar teori.

Dahulu almarhum Gus Dur juga pernah melakukan demikian, ia menitipkan tiga koper yang mana koper tersebut diamanatkan tidak boleh dibuka, kecuali bila Gus Dur wafat. Alhasil setelah Gus Dur wafat koper tersebut dibuka dan berisikan uang tiga miliar yang dengan amanat agar uang itu dibagikan pada anak yatim dan para janda di Kabupaten Malang.

Lebih uniknya, semua uang itu sudah ada pemiliknya karena ternyata Gus Dur telah menuliskan nama-nama kepada yang berhak menerima uang tersebut. Padahal, saat itu ia tinggal di Jakarta, jadi mestinya tidak mudah menuliskan nama orang satu persatu yang bukan ditinggalinya, tetapi ini karomah Gus Dur yang patut diakui. Dari sini kita bisa memahami bahwa sosok Gus Dur sebagai Muslim sangat meneladani dan mengamalkan apa yang diajarkan agamanya dengan baik.

Kiranya, sedekah itu memberikan rasa tentram dan kebahagiaan. Seberapa banyak harta yang dimiliki, pada akhirnya akan habis. Itu sebabnya, seseorang dapat menilai dirinya dengan bagaimana cara ia menghabiskan uang tersebut, bila ia menghabiskan uang itu sekedar untuk berfoya-foya atau kesenangan yang tak bermanfaat, maka disitulah dirinya berada. Sebaliknya, bila ia menghabiskan harta untuk membantu keluarga atau orang-orang yang kesulitan, maka di tempat itu juga ia berada. Pada akhirnya, semoga kita dapat membelanjakan harta yang kita punya di jalan kebaikan dan bermanfaat bagi banyak manusia.

Artikel Populer
Artikel Terkait