Umar bin Abdul Aziz: Gubernur Muda yang Menawan

Dunia IslamUmar bin Abdul Aziz: Gubernur Muda yang Menawan

Nama Umar bin Abdul Aziz sangat populer di dunia tasawuf. Saat ia dinobatkan sebagai khalifah, jiwa sufinya kian kentara dengan keputusannya meninggalkan segala kegemerlapan dunia. Namun, siapa sangka jika masa muda Umar bin Abdul Aziz ini merupakan sosok yang menawan sekaligus ambisius dalam mewujudkan keinginannya, segala kemewahan hidup telah diraupnya. Meski begitu, kecintaannya pada ilmu adalah satu hal yang mengubah kehidupannya secara drastis untuk mendapatkan kemuliaan yang hakiki.

Dalam buku Biografi Umar bin Abdul Aziz buah karya Abdurrahman al-Syarqawi, Umar bin Abdul Aziz pernah berbicara tentang dirinya sendiri, aku memiliki jiwa yang mudah tertarik pada sesuatu. Dulu sebelum menjadi khalifah, setiap kali mendambakan suatu posisi, ia akan mendambakan yang lebih baik lagi, lebih bagus, lebih berharga, lebih tinggi jabatannya, kemudian berusaha meraihnya. Ketika ia mendapat kursi khilafah sebagai puncak kemuliaan dunia, ia mendambakan sesuatu yang lebih baik lagi yaitu kemuliaan akhirat.

Alhasil, ia berusaha menghidupkan sunnah, menghilangkan bidah, serta menempuh jalan takwa beda dengan jalan yang di tempuh para khalifah Bani Umayyah pada umumnya. Ia mempelajari kehidupan Khalifah Rasyidin lalu meneladaninya satu persatu lantas tanpa ragu ia berkata pada orang-orang, manusia yang paling zuhud di dunia adalah Ali bin Abi Thalib. Meski dalam tata kelola kepemimpinan, ia lebih menyukai datuknya sendiri, yakni Umar bin Khattab.

Sebagaimana diketahui, Umar bin Abdul Aziz merupakan khilafah dari keturunan Dinasti Umayyah, yang mana dinasti tersebut memiliki kebiasaan buruk dengan mencela khalifah Ali bin Abi Thalib di setiap khutbah Jumat. Kala berkunjung ke Madinah sebagai gubernur muda, Umar kerap mendengar orang-orang di sekelilingnya tengah mengolok-ngolok Ali bin Abi Thalib, sehingga ia pun ikut terpengaruh menggunjingnya.

Pada saat ayahnya berkhutbah Jumat, ia pun mendengar ayahnya juga selalu mencaci Ali. Sebenarnya ada perasaan ganjil mengapa kebiasaan buruk tersebut dilakukan. Padahal, ayahnya pun yang dikenal baik dan berilmu, tetapi mengapa isi khutbahnya rasis dan ia tidak mencoba menghentikan hal itu. Untuk menjawab rasa penasarannya, ia bertanya pada ayahnya, lantas Abdul Aziz menjawab, wahai anakku apakah engkau terganggu? Umar mengangguk. Ketahuilah Umar, bahwa seandainya orang-orang di sekitar kita mengetahui tentang Ali bin Abi Thalib sebagaimana kita mengenalnya, niscaya mereka akan meninggalkan kita dan bergabung dengan anak keturunan Ali.

Baca Juga  Dibelenggunya Setan Saat Ramadan Bukan Jaminan Maksiat Hilang

Pesona Umar bin Abdul Aziz sebagai gubernur muda memikat banyak hati masyarakatnya. Pasalnya, selain ia sangat cerdas, gaya busana, dan parfum yang dikenakannya harum semerbak meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang dilaluinya. Karena itu, segala tindak tanduk tentang Umar senantiasa menjadi trend yang digemari banyak orang.

Abdul Malik, paman Umar yang menjabat khalifah ketika itu sesungguhnya menyukai Umar. Ingin sekali rasanya, ia mengungkapkan keresahan agar kebiasaan keluarganya yang mencela Ali bin Abi Thalib dihentikan, akan tetapi ia mengurungkan niatnya karena mengingat ucapan ayahnya. Umar mencoba bersabar dan mencari waktu yang tepat untuk menghentikan kebiasaan pandir yang sudah mendarah daging itu sampai ia mempunyai kekuatan yang cukup, hingga tak ada yang mencegah atau berani menghalanginya.

Tibalah saat ia menduduki kursi khilafah, jabatan tertinggi dengan otoritas penuh, kebiasaan mencela keluarga keturunan Rasulullah Saw telah dihentikannya. Konon, pada masa kekhalifahannya Umar bin Abdul Aziz tersebut, orang-orang miskin sulit untuk dijumpai sebagai penerima zakat karena saking adil dan benar-benar menunaikan amanatnya sebagai pemimpin.

Oleh ayahnya, Umar bin Abdul Aziz muda diminta untuk mengurangi waktu berkumpul dengan teman-temannya yang suka berfoya-foya dan lebih tekun dalam belajar, beribadah, membaca, serta berdiskusi. Sebab belajar juga kesenangannya, Umar pun menurut sehingga ia bisa tampil sebagai pemuda yang istimewa dan cerdas.

Sejatinya, Umar bin Abdul Aziz saat menjadi gubernur muda masih ingin merasakan kebebasan untuk menikmati hidup. Namun, kecintaannya terhadap ilmu mampu mengendalikan dirinya dengan lebih baik dan mengantarkannya pada puncak kemuliaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait