Mengenal Hadis Anjuran Shalat di Rumah

KhazanahMengenal Hadis Anjuran Shalat di Rumah

Himbauan untuk beribadah di rumah semasa darurat wabah Covid-19 ini telah datang dari berbagai pihak. Seruan untuk shalat di kediaman masing-masing saat ada uzur bukanlah hal baru. Di masa Nabi, hal tersebut pernah terjadi, yang diterangkan dalam sejumlah riwayat hadis. Penting untuk mengenal hadis ini, agar kita lebih tenang dan tidak mudah curiga pada instruksi untuk beribadah di rumah, sebab Rasulullah SAW pun pernah mencontohkannya.

Terhitung ada dua macam redaksi hadis. Pertama, dalam versi Ibnu Umar disebutkan, dari Nafi’ (ia meriwayatkan), Ibnu Umar pernah azan di malam yang dingin di Dajnan, lalu ia mengumandangkan: shallu fi rihalikum (shalatlah di tempat tinggal kalian/kemah-kemah kalian). Selanjutnya ia mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh muazin untuk mengumandangkan azan, kemudian di akhir azan disebutkan: shalatlah kalian di rumah (ala shallu fi al-rihal). Ini terjadi saat malam yang dingin atau saat hujan ketika perjalanan. (HR. Bukhari).

Secara zahir riwayat, rukhsah tersebut dikhususkan saat safar. Namun, para ulama mengatakan bahwa keringanan itu berlaku secara umum bagi setiap mereka yang mendapati kesukaran dalam keadaan hadhor (tidak bepergian) sekalipun.

Kedua, riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata kepada muazinnya di suatu hari yang berhujan, “Apabila engkau telah membaca ‘Asyhadu an la ilaha illallah, asyhadu anna Muhammadan rasulullah’, jangan kau lanjutkan dengan seruan ‘hayya ‘ala al-shalah’, tetapi ucapkanlah ‘shallu fi buyutikum’ (shalatlah di rumah-rumah kalian)”. Orang-orang nampak heran, seakan mengingkari instruksi Ibnu Abbas. Ia kemudian berkata, “Apakah kalian heran dengan perkara ini? Padahal hal ini telah dilakukan oleh orang  yang lebih baik dariku (Rasulullah SAW). Sesungguhnya shalat Jumat itu wajib. Akan tetapi aku tidak suka menyulitkan kalian sehingga kalian berjalan di jalan becek dan licin.” (HR. Muslim).

Dalam versi pertama, Ibnu Umar menjelaskan bahwa hadis itu adalah petunjuk dari Rasulullah SAW. Riwayat ini menyatakan bahwa lafaz “shallu fi rihalikum atau ala shallu fi al-rihal” diserukan setelah azan selesai. Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abbas, kalimat “shallu fi buyutikum” diucapkan sebagai pengganti lafaz hai’alah (hayya ‘ala al-shalah). Demikian terang Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari. Dari sini, muazin pun boleh memilih untuk mengucapkan di antara dua opsi tempat, yakni setelah azan usai atau menyisipkannya sebagai pengganti lafaz hai’alah, karena hadisnya sama-sama jelas dan terpercaya.

Baca Juga  Mengenang Pemikiran Feminisme Nawal el Saadawi

Tak diragukan lagi, bahwa shalat jamaah di masjid menjadi praktik yang sangat dianjurkan dalam Islam. Demikian halnya shalat Jumat yang diwajibkan bagi laki-laki Muslim. Akan tetapi, ketika terdapat masyaqqah (kesulitan) dalam pelaksanaan, syariat pun memberikan keringanan untuk tidak melaksanakannya.

Azan dengan menambah atau menyisipkan lafaz tadi telah diapdopsi oleh negara Arab bahkan sejak 2020 lalu, seperti di Kuwait. Di Indonesia pun hal ini telah difatwakan oleh ormas seperti Muhammadiyah.

Peristiwa dalam hadis di atas adalah terjemahan dari kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya, di mana oleh Rasulullah SAW dicontohkan dalam praktik nyata. Bukankah jelas Dia berfirman dalam surat al-Baqarah [2]: 185, bahwa Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. Sebab itu, dalam beribadah kita tak perlu memaksakan diri. Termasuk dalam suasana pandemi seperti sekarang yang juga merupakan bagian dari masyaqqah. Memang butuh usaha keras untuk berbesar hati.

Penyangkalan umat Muslim atas anjuran shalat di rumah yang termuat dalam hadis di atas juga terulang dalam konteks pandemi sekarang. Pihak yang mengelak seruan dalam hadis tadi adalah mereka yang baru masuk Islam, yang berarti pemahamannya akan Islam masih minim. Demikian halnya sekarang, pihak-pihak yang masih ngeyel dan menolak himbauan untuk melaksanakan ibadah di rumah, kemungkinan besar adalah orang-orang yang belum mencari tahu lebih akan ajaran kemudahan yang disediakan Islam.

Padahal, apa yang mereka sangkal adalah praktik yang dikerjakan Nabi. Sedangkan kita diperintah untuk meneladani beliau. Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab [33]: 21). Kemampuan membaca dan meneladani sikap Nabi, adalah bagi mereka yang semata-mata mengaharap belas kasih Allah SWT.

Riwayat hadis di atas menjadi sumber hukum yang jelas akan anjuran beribadah di rumah selama ada uzur. Halangan yang menyebabkan kesulitan dalam ibadah saja Islam memakluminya, apalagi jika hambatan tersebut berpotensi membahayakan keselamatan jiwa manusia seperti virus kovid yang kini merebak, jelas kian wajar untuk dimaklumi. Besarnya spirit dalam beribadah harus dibarengi dengan literasi keagamaan agar tercipta kearifan sikap. Rasulullah SAW pernah mencontohkan, maka tak usah ragu untuk turut melakukan. Semoga pandemi Covid-19 lekas usai. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait