Shalat dalam keadaan salah sarah kiblat terkadang sesekali kita jumpai dalam suatu perjalanan yang jauh dari penduduk, seperti dalam hutan yang gelap atau tengah berlibur ke arah gunung dan sebagainya. Situasi ini pernah juga dialami para sahabat yang membuat mereka resah dan bertanya-tanya bagaimana dengan hukumnya apakah perlu diulang karena khawatir shalatnya tidak sah.
Suatu ketika, Amir bin Rabiah dan para sahabat lainnya melakukan perjalanan bersama Rasulullah Saw hingga tiba malam datang dengan gelap gulita. Tak ada bintang dan bulan untuk dijadikan petunjuk, mereka pun mendirikan tenda secara terpisah dan berkelompok. Saat hendak mendirikan shalat, sebenarnya dari awal para sahabat tengah kebingungan untuk menentukan araha kiblat, meski pada akhirnya mereka tetap melaksanakan shalat isya dengan niat mengarah kiblat yang sudah diyakininya.
Syahdan, pada keesokan harinya ketika fajar menampakkan diri dan terbangun untuk menunaikan shalat shubuh, sahabat Amir bin Rabiah menyadari bahwa dirinya telah salah menghadap kiblat saaat shalat isya yang dilakukannya tadi malam. Ia pun bercerita pada sahabat yang lainnya dan semua turut resah dengan yang dikatakan oleh Amir bin Rabiah. Para sahabat yang sangat taat pada perintah Allah dn Rasul merasa gelisah ketika ada kekeliruan terjadi dalam ibadahnya, terlebih dalam shalat. Shalat merupaakan tiang agama, apa jadinya ketika shalat bisa salah arah kiblat.
Perasaan cemas menyelimuti jiwa mereka. Para sahabat mengadukan kegelisahannya pada Rasulullah, “Wahai Rasul, sesungguhnya kami semalam melakukan shalat menghadap arah yang salah kiblat, apakah kami harus mengganti shalat kami semalam?”. Belum Nabi menjawab, sahabat lain menimpali, “Lantas bagaimana cara menggantinya? Apakah harus diganti saat ini juga atau menunggu waktu isya nanti malam?” “Wahai Rasul, apakah kami berdosa karena telah melakukan shalat yang salah. Sungguh kami takut, jika shalat kami tidak sampai diterima Allah”.
Mendengar keresahan yang dialami para sahabat-sahabatnya. Namun, di tengah situasi yang carut-marut justru Rasulullah Saw dapat menjawab dengan santai lantas mengatakan,”Mengapa kalian gelisah? Sesungguhnya shalat kalian sudah tertunaikan” (HR. Tirmidzi dari Amir bin Rabiah).
Dalam kisah di atas, dapat dipahami bahwa hukum shalat menghadap kiblat yang salah karena situasi yang tidak memungkinkan diketahui secara jelas kebenarannya, maka sejatinya shalat tersebut tetap sah. Lain halnya dengan orang yang sengeja shalat dengan sesuka hati menghadap kiblat karena ia merasa ke arah barat maupun timur asalkan berniatkan mengahadap kiblat karena tuhan ada di mana-mana lantas tidak mengikuti aturan sehingga sikap seperti ini tidak dibenarkan. Pemahaman demikian tentu sangat keliru, karena bagaimana pun Allah Swt telah menentukan arah kiblat sebagai simbolisnya, yakni menghadap Ka’bah (baitullah).
Walhasil, bagi siapapun yang tanpa sengaja shalat dengan salah arah kiblat tidak usah repot untuk mengganti shalatnya. Namun, jika ingin mengganti shalatnya supaya lebih mantap, maka tidak masalah. Rasulullah Saw telah memberi masukan yang bijak terhadap atas kerisauan tehadap sahabat-sahabatnya terkait shalat salah arah kiblat dan ini menjadi landasan kita dalam memahami fikih.