Beribadah dengan Nyaman di Rumah

BeritaBeribadah dengan Nyaman di Rumah

Salah satu tantangan terbesar saat wabah ini melanda adalah menyadarkan masyarakat untuk mengurangi mobilitas di tempat ibadah dan mengalihkannya ke rumah. Masih banyak pihak yang menentang penutupan sementara rumah ibadah. Sebagian menganggapnya sebagai bentuk pelarangan ibadah itu sendiri, bahkan ada yang menilai hal tersebut akan mengundang murka Allah. Padahal, himbauan untuk beribadah di rumah telah dikaji dari pelbagai sudut pandang, baik kesehatan, agama, maupun kemaslahatan umum. Dalam konteks pandemi, ibadah yang dikonsentrasikan di rumah justru akan mendatangkan kenyamanan, karena minim risiko penularan sekaligus kita telah berkontribusi menjaga kesehatan publik.

Pada momen Idul Adha tahun ini, pemerintah, para ulama, dan sejumlah organisasi masyarakat kembali menghimbau semua elemen untuk melaksanakan shalat Idul Adha dan takbiran di rumah. Mengingat ledakan kasus selepas Idul Fitri lalu, instruksi tersebut jangan sampai dimentahkan begitu saja, agar potensi penularan virus dapat ditekan.

Kita sedang diajarkan untuk beragama secara arif dan menyeluruh, yakni bagaimana mengelola domain keagamaan dan konteks situasi agar tidak berbenturan. Jangan hanya fokus pada ibadah personal. Kita diminta untuk tidak egois, memerhatikan ibadah sebagai sesuatu yang subyektif saja. Sebab, ketika ibadah disandingkan kehidupan sosial, ada banyak variabel yang harus dipertimbangkan untuk mencapai maslahat bersama.

Masyarakat Muslim tetap bisa menghidupkan syiar-syiar hari raya Idul Adha dari rumah masing-masing. Maknanya tak akan hilang sekalipun dilakukan secara berbeda dari sebagaimana lazimnya. Selagi kita mau mencoba berefleksi, arti penting dan pelajaran dari hari raya kurban ini akan tetap terasa.

Rene Descartes, sang bapak filsafat modern, pernah menuturkan bahwa hidup tanpa berfilsafat sama halnya dengan terus-menerus menutup mata tanpa berusaha membukanya. Artinya, segala keindahan, hikmah, ataupun hakikat akan kita rasakan jika mau berpikir dan bernalar. Maka dari itu, sebenarnya tidak masalah di manapun kita beribadah. Arti pentingnya akan tetap terasa selama kita mau memahaminya.

Tak perlu pula khawatir akan dosa atau ibadah yang tak sempurna jika dilaksanakan di rumah. Islam adalah agama yang luwes. Selalu ada alternatif untuk mendamaikan hal yang dianggap bertentangan dengan ajarannya. Kondisi darurat seperti pandemi jelas menghasilkan rukhsah (keringanan). Jangankan wabah, bepergian saja bisa menjadi penyebab rukhsah, seperti jamak dan/atau qashar (meringkas) shalat.

Baca Juga  Sinergi NU-Polri Menjaga NKRI

Selain itu, Islam juga mengedepankan maslahat dalam beragama. Teori maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) menempatkan keselamatan jiwa manusia pada posisi nomor wahid. Sehingga tidak mungkin Islam tidak menyediakan solusi dan membiarkan suatu praktik ibadah jika itu berpotensi menjadi penyebab yang bisa membahayakan jiwa seseorang.

Hal yang paling diharapkan adalah kebesaran hati dan kesabaran masyarakat untuk tidak dulu merayakan Idul Adha secara beramai-ramai di masjid ataupun lapangan. Memang berat untuk mengontrol perasaan saat kita meninggalkan hal sentimental yang telah membudaya.

Namun, sekiranya inilah kesempatan kita mencoba menapaki maqam Nabi Ibrahim as. Kisah Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail as, mengajarkan spirit pengorbanan dan keikhlasan. Demi menaati instruksi Allah SWT, Nabi Ibrahim menyisihkan ego dan hasrat pribadinya. Sebab itu, Ibrahim mendapat karunia tak terduga dari Tuhannya.

Semestinya spirit itu yang harus ditiru dan diterapkan sekarang. Sejenak kita perlu tanggalkan ego untuk berhari raya seperti biasanya. Nafsu yang disembelih tersebut ibarat pengorbanan yang kita persembahkan untuk Tuhan, karena cinta kita pada-Nya. Pasti Dia akan membalas hamba-Nya yang tulus dan berserah.

Sekalipun ganjaran murni otoritas Allah, tapi boleh jadi di momen pandemi pahala ibadah di rumah justru bernilai lebih. Karena, selain mendapat pahala dari ibadah itu sendiri, kita pun tengah melaksanakan perintah agama berupa taat pada ulil amri (pemerintah resmi/ulama). Hal tersebut Allah firmankan dalam QS. An-Nisa’ [4]: 59, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu.

Tidak hanya Idul Adha. Selama masih dalam kondisi darurat pandemi, alangkah lebih baik untuk menahan diri dari segala macam ibadah ataupun kegiatan yang mengundang kerumunan. Dengan beragama secara sadar, kita akan mendapati titik kenyamanan ibadah di manapun dan dalam situasi apapun. Pelaksanaan ibadah di rumah akan membuahkan kenyamanan diri, setidaknya karena kita tidak terlibat dalam keramaian yang membahayakan kesehatan, serta perasaan tenang sebab turut serta memelihara ketertiban umum dan menjaga jiwa. Mari saling jaga. Saat beribadah, jangan lupa selipkan doa untuk kebaikan sesama  dan pulihnya semesta. Wallahu a’lam.

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait