Menjaga Keamanan Beribadah Saat Pandemi

KhazanahHikmahMenjaga Keamanan Beribadah Saat Pandemi

Islam melonggarkan kewajiban puasa bagi orang yang bepergian jauh, mengizinkan pemendekan shalat selama perjalanan atau kondisi perang, meringankan perintah shalat berjamaah menjadi shallu fii rihaalikum karena hujan, menunda haji jika perjalanan tidak aman. Dalam kondisi wabah yang terus mengganas ini, mungkinkah risalah Allah yang begitu sadar tentang kesejahteraan manusia ini, tidak memberikan kelonggaran untuk menutup sementara aktivitas ibadah jamaah? 

Dalam situasi pandemi, yang dipertaruhkan bukanlah kenyamanan, tetapi kehidupan. Bukan hanya kehidupan segelintir orang yang beribadah, tetapi juga banyak orang yang tak terhitung banyaknya. Satu-satunya cara bagi banyak orang untuk mempertahankan iman di bawah kondisi seperti itu adalah meningkatkan kualitas ibadah mandiri kita, yang mungkin memang belum sempurna dan lalai. Membaca al-Quran, shalat tahajud, berzikir, membaca tafsir al-Quran, bersilaturahmi melalui telepon, membersihkan rumah, mendengarkan kajian, mempraktikkan sunnah Nabi SAW di rumah. Banyak keshalihan lainnya dapat dilakukan secara mandiri tanpa perlu memaksakan aktivitas jamaah dan mengambil resiko tertular Covid-19.

Penularan Covid-19 itu nyata, dan kita berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan standar keamanan dalam kondisi saat ini. Nabi Muhammad SAW selalu mengajarkan ekspresi keimanan yang tepat, melalui ibadah yang positif, proaktif, dan termotivasi dari prinsip keselamatan nyawa dan meringankan beban penderitaan. Kita harus sadar pentingnya menjaga keamanan ibadah di masa pandemi.

Dalam konteks pandemi, Nabi SAW memberikan respon yang bijak terhadap penyakit menular seperti wabah (tha’un), seperti dengan membenarkan karantina. Beliau bersabda, Jika kamu mendengar wabah di suatu negeri, jangan memasukinya, dan jika itu terjadi saat kamu di sana, jangan tinggalkan (HR. Bukhari). Nabi SAW tidak pernah meremehkan bahaya infeksi menular, bagi manusia, bahkan hewan sekalipun. Beliau mengajarkan, Jangan tempatkan unta yang sehat dengan yang sakit (Muslim).

Sifat perhatian Nabi SAW terhadap bahaya wabah menjadi lebih jelas terungkap dalam banyak hadis yang lain. Mungkin bukti paling menarik dari sikap bijak Nabi SAW terhadap penularan, ada dalam sebuah riwayat hadis tentang seorang pria Tsaqif yang terinfeksi kusta, yang suatu hari datang untuk berjanji setia kepada Nabi SAW. Nabi menyuruhnya untuk mengambil jarak dan berpesan kepadanya, “Kami telah menerima kesetiaan Anda, jadi sekarang segera pulanglah” (HR. Muslim). Tidak diragukan lagi, Nabi Muhammad SAW dibimbing oleh Tuhan untuk bertindak tegas sesuai dengan aturan karantina dan ‘physical distancing’ dalam konteks kita saat ini. 

Baca Juga  (BENARKAH) SOLUSINYA KHILAFAH?

Maka dari itu, kita diajarkan untuk selalu menjaga keamanan diri kita sendiri dan orang lain, termasuk dalam aktivitas ibadah. Islam sejatinya tidak mungkin mengajarkan perilaku yang mengabaikan keselamatan jiwa, seperti menggelar perkumpulan jamaah dan aktivitas keagamaan komunal di tengah lonjakan bahaya penyebaran virus. Kenyataannya, perilaku destruktif semacam itu tidak didukung oleh agama, melainkan disinformasi, teori konspirasi, minimnya pengetahuan agama dan ilmiah secara umum.

Nabi SAW juga membantah kepercayaan dan informasi yang tidak benar terhadap penularan penyakit. Dalam suatu hadis tercatat bahwa beliau bersabda, Tidak ada adwa, dan tidak ada ramalan. Tetapi aku suka optimisme” Mereka bertanya, Apa itu optimisme? beliau menjawab, “Kata yang bagus.” (HR. Muslim). Adwa dalam hadis tersebut merupakan semacam tahayul atau mitos tentang bagaimana orang atau hewan terinfeksi penyakit, yang dulu dipercaya berasal dari roh jahat. 

Dengan demikian, kita juga semestinya tidak mudah percaya pada informasi yang tidak benar dan sering menyesatkan seputar pandemi ini. Kita harus memelihara kepercayaan yang tepat pada kemaha-kuasaan Allah SWT sebagai sumber utama dari segala hal, termasuk musibah penyakit. Namun kita juga tetap harus menghormati penemuan ilmiah tentang berbagai resiko dan penyebab penularan Covid-19 ini, yang sejatinya telah ditetapkan oleh Allah juga.

Singkatnya, Nabi SAW mengajarkan respon yang sangat masuk akal terhadap penyakit menular, yaitu dengan menjauhi berbagai resiko penularannya. Bahaya penularan Covid-19 itu nyata dan harus dipercaya sesuai fakta ilmiah yang ada. Tidak ada alasan untuk melanggar protokol kesehatan demi melaksanakan ibadah komunal. Mematuhi protokol kesehatan dan menjaga keselamatan dan keamanan bersama adalah ajaran Islam dan sunnah Nabi SAW.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait