Solusi Ibnu Sina Mengentaskan Wabah

KhazanahHikmahSolusi Ibnu Sina Mengentaskan Wabah

Sekitar dua tahun lamanya Indonesia melakukan metode karantina dan isolasi diri, demi berlindung dari wabah Covid-19. Peran medis yang tak bisa terabaikan merupakan harapan bagi masyarakat dan pemerintah dalam mengurangi atau mengentaskan penularan virus Covid-19 yang terus bertambah.

Seluruh ilmuwan medis di penjuru dunia, termasuk Indonesia saat ini tengah sibuk menggali solusi atas wabah Covid-19 yang menimpa. Penggalian tersebut terus ditelusuri sampai ke akar-akar sejarahnya, hingga ditemukan tokoh medis yang legendaris yaitu Ibnu Sina. Ia  merupakan seorang pakar medis di abad pertengahan penyandang gelar abadi “Father of Doctor” melalui Event Fair Millenium di Teheran pada tahun 1955.

Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina, lahir di desa Afsanah, Bukhara, Uzbekistan (980 M). Sejak kecil Ibnu Sina atau Avicenna sebutannya di dunia Barat, sudah memperlihatkan kemahirannya yang luar biasa. Segala bidang keilmuwan telah dikuasainya, salah satunya di bidang medis.

Karena itu tak disangkal, di usianya yang masih 16 tahun Ibnu Sina menjadi sorotan utama  seluruh dokter sezamannya. Penemuan-penemuannya di bidang kedokteran mengantarkan Ibnu Sina sebagai tempat diskusi dan tanya jawab para dokter. Konon pada usia tersebut, ia bisa mengobati penyakit yang diderita oleh Sultan Samaniyah, Nuh bin Manshur (976-997).

Dalam kisahnya, Ibnu Sina pernah berada di zaman yang terkena wabah sama halnya dengan Covid-19. Langkah yang diambil untuk melawan virus tersebut, seperti yang pernah diangkat dalam film berbahasa Rusia ‘Avicenna’ disutradarai Gregory Cooper Schmitt. Ibnu Sina memerintahkan masyarakatnya supaya tidak berkerumun, baik di jalanan, pasar, dan masjid. Hal ini dilakukan seandainya ada seorang yang terkena virus, setidaknya ia tidak menularkannya kepada orang lain.

Kiat-kiat lain yang ditawarkan untuk menghadapi wabah menurut ilmuwan Muslim berpengaruh di seluruh dunia ini, misalnya masyarakat disarankan menggunakan cuka dan berkumur dengan air dicampur daun apsintus atau Wormwood (artemisia absinthium). Kendati situasi mencekam, seseorang harus berusaha bersikap tenang atau tidak terlalu panik. Bagaimana pun sikap cemas atau panik yang berlebihan akan memicu mental yang tidak sehat dan berkonsekuensi pada kematian yang lebih ganas ketimbang virus itu sendiri.

Baca Juga  Merayakan Hari Pangan melalui Praktik Teladan Kenabian

Pada suatu segmen film tersebut, ditampilkan pula Ibnu Sina yang tengah berkunjung ke Abu Raihan Al-Biruni (873-1048 M) sahabat karibnya. Saat Al-Biruni hendak mengajak bersalaman dan memasuki rumahnya, terlebih dahulu Ibnu Sina meminta cuka (kini sanitizer), air untuk membasuk tangan dan wajahnya dan pakaian bersih. Sikap demikian menurut Ibnu Sina mesti diberlakukan bagi wilayah yang mengalami ‘Wabah Hitam’ (black death).

Sebagaimana teori dan praktik yang dihimbau kepada masyarakat terkait protokol kesehatan  Covid-19 oleh pemerintah RI sekarang ini, tidak jauh berbeda dengan yang dicontohkan Ibnu Sina kala itu. Anjuran serentak penggunaan masker, jaga jarak (social distancing), menghindari sentuhan fisik (physical distancing), dan tidak panik (no social panic), patutnya tindakan-tindakan tersebut diikhtiarkan bagi wilayah yang terkena wabah.

Pentingnya mengkomparasikan sejarah wabah yang terjadi di zaman dahulu dan wabah Covid-19 ini, tidak lain supaya lebih mudah dan awal dalam melakukan tindakan. Menilik sejarah, berarti kita mengantisipasi dan mewaspadai lebih jauh agar tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk serta memakan korban yang lebih banyak lagi.

Sebagai tokoh Muslim yang diamanahi keilmuan yang besar, Ibnu Sina berupaya mendedikasikan dirinya untuk banyak manusia melalui karya-karyanya. Adapun karya-karya fenomenalnya, yakni kitab Asy-Syifa (penyembuhan) terdiri atas 18 jilid dan bahasannya meliputi ragam ilmu pengetahuan dan al-Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, aturan pengobatan) adalah kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab, yang kemudian menjadi rujukan bidang kedokteran selama berabad-abad ini,

Avicenna wafat pada usia ke-58 di Persia, Iran (1037 M). Sebagai tokoh Muslim yang paling berpengaruh di dunia, utamanya dalam bidang kedokteran. Avicenna merupakan ilmuwan yang sangat produktif. Setelah meninggal, Avicenna meninggalkan karya yang berjibun jumlahnya, hingga memberi faedah yang tak ternilai harganya bagi generasi setelahnya.

Melawan virus yang tak terlihat memang sulit. Sebab itu, alternatif untuk menghadapi wabah demikian harus ada kerja sama antar-masyarakat dengan mematuhi protokol-protokol kesehatan yang selama ini telah lama disosialisasikan pemerintah dan para medis. Akhir kata, semoga pandemi Covid-19 yang melanda cepat berlalu dan kita bisa kembali beraktivitas dengan normal.

Artikel Populer
Artikel Terkait