Rabi’ah al-Adawiyah: Berbuat Baik Tanpa Berharap Surga

KolomRabi’ah al-Adawiyah: Berbuat Baik Tanpa Berharap Surga

Manusia diciptakan tak lepas dari unsur pengharapan. Oleh karena itu, hal yang wajar jika Allah SWT kerap menjanjikan surga untuk memotivasi bagi mereka yang telah berbuat kebajikan dan tekun beribadah. Meski begitu, belajar berbuat baik seolah tak mengharap surga jauh lebih baik, karena tak ada balasan nikmat yang lebih baik, selain mengharap keridhaan dan berjumpa dengan Allah SWT.

Sufi masyhur Rabi’ah al-Adawiyah pernah mengutarakan, aku tidaklah menyembah-Nya karena takut neraka dan tidak pula karena berharap surga-Nya sehingga aku seperti orang yang buruk. Akan tetapi aku menyembah-Nya karena kecintaan dan kerinduanku pada-Nya (kitab Ihya Ulumuddin: 4/310). Apa yang disebutkan Rabi’ah tersebut tidak lain adalah ajaran cinta yang hakiki. Itu mengapa ia menganggap dirinya sebagai pekerja yang buruk, ketika berbuat sesuatu ia mengharap balasan kebaikan yang sama.

Lantas bagaimana dengan mereka yang berbuat baik, tetapi masih mengaharap imbalan? Apakah itu sebuah kesalahan? Tentu itu bukan kesalahan. Allah SWT telah menciptakan surga dan neraka yang memang benar adanya kelak dihuni untuk manusia berdasarkan pertimbangan amalnya. Kebaikan akan terbalas surga jelas tersebut dalam banyak firman-Nya. Di antaranya, Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan Surga Firdaus sebagai tempat tinggal (QS. Al-Kahf: 107 )

Sedangkan anjuran agar berbuat kebajikan seolah tak mengharap surga ini sebenarnya diperuntukkan bagi mereka yang berkeinginan mencapai level keikhlasan tertinggi atau tengah memahami hakikat, istilah tasawufnya ma’rifat. Bukankah pada satu titik kita juga pernah merasakan, cinta yang murni adalah ketika memberi sesuatu pada seseorang tanpa mengharap balasan. Sebab kebaikan yang dibagikan itu adalah sifat dari kebahagiaan itu sendiri. 

Demikian pula cinta yang mestinya diberikan pada Allah SWT. Berbuat baik tanpa harus mengharapkan surga, sejatinya akan mengantarkan manusia pada ketaatan hamba yang seutuhnya. Hidupnya menjadi bebas, karena tidak pernah mengikat dirinya pada pengharapan selain keridhaan Tuhannya.

Baca Juga  Indonesia, Pancasila Atau Khilafah?

Sikap seperti ini menjadi perlu. Selama ini sudah banyak orang yang salah paham, berbuat baik agar mendapat banyak balasan yang memuaskan hasratnya. Tanpa ada balasan, kebaikan itu akan diungkitnya sampai urat malunya putus karena mengemis-ngemis pada manusia yang terkadang tidak tahu diri atas kebaikan yang diterimanya. Mengharap balasan yang setimpal atas apa yang diperbuat. 

Kendati demikian, sudah menjadi bagian dari akhlakul karimah kesadaran untuk mengapresiasi dan membalas atas perbuatan baik itu penting. Jangan memanfaatkan orang lain, karena keikhlasannya. Sebab Allah SWT tidak pernah membiarkan hambanya yang menengadahkan tangannya untuk berdoa, kembali dengan tangan kosong. Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (QS. Ghafir: 60). Tanpa mengharap balasan surga, kebaikan akan berbalas kebaikan pula. Begitu sebaliknya dengan keburukan, seperti adagium siapa yang menanam maka itu yang dia tuai.

Mari kita lebih konsisten dan ikhlas dalam beramal baik terhadap alam semesta. Kehidupan ini menjadi naif jika hanya menuntut balasan, termasuk surga. Padahal, sedikitpun kita tidak bisa membalas nikmat setiap nafas kehidupan yang telah diberikan Allah SWT. Kehidupan ini menjadi indah bagi orang yang senantiasa merasa cukup karena kehadiran Tuhan dalam kalbunya.

Artikel Populer
Artikel Terkait