NU Berdayakan Pertanian Modern

KolomNU Berdayakan Pertanian Modern

Harlah ke-95 NU dihadapkan dengan banyak tantangan. Kaum Nahdliyin yang mayoritasnya seorang petani, mesti diberdayakan secara luas dengan pengetahuan botani dan teknisi pertanian canggih. Pemberdayaan tersebut dapat menciptakan pertanian modern yang membantu taraf kesejahteraan para petani meningkat. Selain itu, Indonesia sebagai negara yang dikenal subur mestinya dapat bersaing dengan mengekspor berbagai macam jenis sumber hasil pertanian untuk menekan impor dan mencukupi kebutuhan pokok dalam negeri.

Pada dasarnya manusia hidup ditopang melalui tangan para petani. Dahulu kegiatan bercocok tanam merupakan kegiatan yang mulia dan diminati banyak orang. Para sahabat juga dikenal sebagai petani andal. Hal ini dikarenakan Islam menganjurkan sedekah melalui bercocok tanam dan meyakini tak ada hasil yang lebih baik dari apa-apa yang dihasilkan oleh jerih payahnya sendiri. Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya hingga akhirat (HR. Bukhari Muslim dari Anas).

Profesi sebagai petani merupakan profesi paling legenda sejak bumi ini diciptakan bagi manusia, yakni Nabi Adam AS diajarkan malaikat Jibril untuk bercocok tanam agar hasilnya bisa dimakan dan nampaknya kaum Nahdliyin mengikuti jejak tersebut. Secara sosiologis, masyarakat NU yang umumnya petani yang tinggal di pedesaan dengan kesadaran mitis-teologis. Senada dengan konsep yang ditawarkan Imam Abu Hasan al-Asy’ari tentang konsep kosmologi serba Tuhan (thecentrik) yang menempatkan segala sesuatu langsung berada di bawah kontrol sang Maha Kuasa (Kiai Masdar, Membumikan Agama Keadilan: 2020).

Itu sebabnya, jejak pertanian memang layak dilanggengkan tapi dalam tata pengelolaannya diperlukan adanya perubahan. Kebutuhan manusia yang kian meningkat terhadap bahan-bahan pokok, menuntut para petani untuk menghasilkan lebih dari apa yang di panennya. Sayangnya, tuntutan ini tak sedikit dari petani yang tak menyanggupi, terlebih dengan kendala gagal panen dan kualitas yang tinggi lagi stabil.

Ketidakseimbangan hasil panen dengan konsumsi masyarakat Indonesia yang memiliki penduduk terbanyak di dunia, akibat pola pertanian yang masih tradisional atau manual yang terjadi secara merata di masyarakat. Terlebih, proses pertanian ini menelan waktu yang tidak sebentar, butuh 3-4 bulan agar padi bisa dipanen. Selama ini kebutuhan beras, jagung, kedelai, gandum, dan lainnya pemerintah masih mengandalkan produksi impor untuk mencukupi tuntutan pokok rakyatnya. Padahal, lahan di Indonesia terbilang cukup luas dan subur, hingga kegiatan impor bahan pokok mestinya dapat dihindari, kecuali dalam kondisi tertentu.

Menilik negara-negara luar, seperti Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Israel, dan China pertanian mereka yang maju pesat menjadikannya mampu menjadikannya sebagai kontributor bahan pangan pokok. Hal tersebut dikarenakan pertanian modern dapat memberikan hasil yang melimpah ruah dan kurun waktu yang lebih singkat serta kualitas yang tak diragukan. Lembaga kepengurusan NU kiranya dapat terinspirasi dari pertanian modern tersebut.

Lembaga NU dapat memanfaatkan jaringan yang dimilikinya, baik dalam negeri maupun luar negeri dari berbagai negeri maju untuk melibatkan para ahli untuk mensosialisasikan secara luas tentang pertanian modern dan ditugaskan mendidik dan melatih, hingga warga NU benar-benar bisa mandiri mengelola lahan dengan baik. Jika dijalankannya hal ini tentu akan ada timbal balik dari NU terhadap pihak yang terkait. Untuk itu, kerjasama saat kontrak mesti diperhatikan dengan baik, sehingga tidak terjadi timbal balik yang merugikan di kemudian hari.

Baca Juga  Intoleransi Pangkal Radikalisme

Kebijakan ini juga pernah dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha modernis Mesir (1918) yang membangkitkan semangat umat Islam kala tertinggalnya peradaban Islam dari kemajuan peradaban Barat setelah kemunduran Turki Usmani yang pada akhirnya dapat mencetak para ahli pertanian, pendidikan dengan basis modern.

Kendati demikian, Lembaga Perguruan Tinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPT PBNU) sejak tahun 2018 sebenarnya telah rutin membuka program beasiswa Chinese Government Scholarship (CGS) melalui Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta. Meski baru berjalan 3 tahun, paling tidak program beasiswa ini menjadi langkah yang baik untuk memberdayakan pertanian modern di lingkup warga Nahdliyin. Masyarakat NU diharapkan bisa antusias dengan program beasiswa tersebut, utamanya di bidang pertanian atau sains agar ikut mendaftar dengan memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.

Apa yang menjadi progres NU tentang masa depan, sejatinya menjadi kemaslahatan bagi bangsa Indonesia. Adapun yang mencakup dalam pertanian modern, yakni meliputi dari irigasi, pemilihan bibit unggul, percepatan waktu panen, proses canggih penanaman dan panen, serta menjaga kesuburan tanah dengan mengusir hama yang berefek pada gagal panen berikut antisipasi cuaca buruk.

Berkaca dari Israil, meski lahan mereka super kering dan tandus, faktanya bisa menjadi penjual buah-buahan dan sayur-sayuran terbesar ke-4 di dunia. Pengelolaan tanah yang menakjubkan, melalui riset dan ilmu pengetahuan salah satu organisasi dari Agricultural Research Organization (ARO) mampu menyuburkan tanah dengan teknologi irigasi dan alternatif kemajuan sains lainnya sangat membantu penghidupan mereka di tanah yang gersang.

Pemerintah harus mengupayakan produksi lokal sebagai produsen prioritas dalam negeri. Sebab banyak masyarakat yang bisa memproduksi, tetapi minim keterampilan dalam memasarkannya. Alhasil, gubahan atau karya bangsa tidak berkembang sebagaimana negeri lain pada umumnya. NU bukan hanya organisasi masyarakat yang fokus pada urusan keagaman, melainkan apa yang menjadi problem-problem manusia kontemporer keterlibatan NU tak bisa terabaikan demikian salah satunya adalah kelayakan pemberian upah buruh tani.

Gerak laju NU dalam memberdayakan para petani menjadi langkah signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, sumbangsih NU terhadap konsep dan teknik pertanian modern harus mendapat porsi perhatian lebih. Pengkajian kitab memang penting, tetapi bukan berarti lembaga pesantren menjadi enggan untuk mengajarkan pertanian modern yang sejatinya lebih dibutuhkan untuk membangun taraf kehidupan masyarakat, karena pada hakikatnya keagamaan menjadi bernilai bila memberi maslahat bagi masyarakat banyak, seperti halnya semangat keagamaan NU dalam memberdayakan pertanian modern.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.