Menimbang Nilai Keislaman Animasi Nussa

KolomMenimbang Nilai Keislaman Animasi Nussa

Nussa, sebuah serial animasi anak bertema keislaman, kembali menjadi perbincangan publik. Pro dan kontra bermunculan usai trailer Nussa The Movie diunggah rumah produksi Visinema melalui kanal youtube resmi mereka. Sejumlah warganet mendukung penuh peluncuran film tersebut. Tidak sedikit pula yang menolak dan mengkritiknya, lantaran animasi tersebut tidak menggambarkan nilai-nilai keislaman di tengah keragaman Tanah Air.

Tak dapat dipungkiri, animasi ini bermanfaat bagi masyarakat Muslim yang hendak mengajarkan Islam secara sederhana kepada anak-anaknya. Selain kualitas gambar dan video yang bagus, konten-konten yang disuguhkannya menarik perhatian anak. Doa sebelum makan yang dilagukan salah satunya. Dengan begitu, pembelajaran menjadi efektif, karena anak tidak mudah bosan.

Di samping bermanfaat bagi anak-anak, tayangan edukatif ini juga mengingatkan kembali memori para orang tua terkait nilai-nilai keislaman, seperti berlaku adil, jujur, ringan tangan kepada orang lain, dan lain sebagainya. Al-akhlak al-karimah yang ditampilkan dalam beberapa karakter di animasi ini membuat siapa saja yang menyaksikannya termotivasi untuk berlaku sama. Dan tanpa disadari, mereka menerapkannya dalam keseharian.

Di sisi lain, terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi dalam animasi ini. Bukan soal kostum yang dikenakan karakter utamanya. Sebab selama pakaian yang dikenakan menutupi aurat, sah-sah saja dikatakan sesuai dengan syari’at Islam. Masalahnya adalah tidak adanya keragaman. Mulai dari model Islam yang ditampilkan, sampai kepada skala yang lebih besar, tidak menampakkan keragaman suku, agama, dan budaya negeri kita. Seolah Islam dan golongan hanya satu, yakni yang ditampilkan dalam animasi ini. Bahkan, Islam dianggap sebagai kebenaran tunggal.

Padahal, tidak ada salahnya jika serial Nussa menonjolkan keragaman suku, agama, dan budaya Tanah Air. Justru, Islam yang dapat berbaur di tengah kebhinnekaan adalah Islam kita. Islam yang nyata, bukan Islam angan-angan. Karenanya, penonton dapat melihat muslim yang nasionalis, bukan muslim yang nasionalis tepat saat hari kemerdekaan saja.

Baca Juga  Adzan ‘Hayya ‘Alal Jihad’ Doktrin Teroris

Kedua, pemilihan sejumlah materi yang dinilai kurang tepat. Khususnya saat Nussa, karakter utama yang berusia 7 tahun menolak bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya. Namun, Ketika mengetahui, bahwa wanita itu adalah bibinya, ia bersedia untuk menyalaminya.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, terlalu dini bagi anak-anak untuk membedakan antara mahram dan bukan mahram atau materi lain yang berkenaan dengan sesuatu yang benar dan salah. Surga dan neraka. Rumah dan penjara. Putih dan hitam. Saking bersemangatnya menyampaikan pesan moral kepada anak-anak, sampai lupa untuk mengerti dan menjadi teman bagi anak-anak itu sendiri. Animasi anak seharusnya tak dimanfaatkan untuk menanamkan dan menjejalkan ide, pemahaman, dan ambisi orang dewasa, melainkan dapat menjadi sahabat dekat.

Secara keseluruhan, peluncuran film Nussa yang berawal dari serial animasi anak adalah sebuah peningkatan. Terlepas dari segala kritikan yang bertubi-tubi menghantam, ia dapat menjadi motivasi dan dorongan agar industri animasi Tanah Air kian bangkit dan dapat mendorong animasi ini agar terus maju dan berkembang. Bukan hanya ditujukan kepada segelintir Muslim saja, bahkan kepada organisasi masyarakat (ormas) Islam yang memiliki cakupan lebih besar. Seharusnya tidak mau kalah dalam persaingan industri animasi keislaman. Menunjukkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Dengan demikian, banyak nilai-nilai keislaman dalam animasi Nussa yang dapat dimanfaatkan orang tua untuk mendidik anaknya. Namun, ada pula sejumlah materi yang harus dipertanyakan dan dikritisi, khususnya tentang kebhinekaan Tanah Air yang luput dalam animasi ini.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.