Rasulullah SAW, Teladan Para Ayah

KhazanahRasulullah SAW, Teladan Para Ayah

Ayah adalah sosok yang menghimpun fungsi kasih sayang keluarga berupa perlindungan, pemenuhan kebutuhan materi, dan juga pendidikan. Di negeri ini, kehadiran ayah di rumah sepulang kerja sangat di rindukan anak-anaknya. Hari libur kerja ayah merupakan hari yang sangat menyenangkan karena biasanya diisi dengan piknik atau jalan-jalan keluarga.

Selain itu, otoritas ayah di rumah merupakan hal yang fundamental dalam keluarga muslim, jika seorang anak tidak memiliki struktur kekuasaan jelas yang harus ia patuhi di rumah, dia akan kesulitan untuk menghormati aturan lain di luar. Otoritas dari kepala keluarga di rumah mengajarkan ketaatan pada otoritas Tuhan dalam hidup anak-anaknya.

Sayangnya, bias budaya patriarki nampaknya menjadi masalah dalam memahami paradigma Islam tentang “kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga”. Penyalahgunaan otoritas dalam memimpin merupakan realitas yang menyebar di dunia kita saat ini. Kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga tidak jarang dipolitisasi untuk mengorupsi hak-hak perempuan untuk mendukung kepentingan laki-laki semata. Allah membingkai pernikahan dalam al-Quran sebagai persatuan ketenangan, cinta, dan kasih sayang (QS. Ar-Rum:21), serta saling menghormati kapasitas masing-masing (QS. Al-Baqarah: 148).

Kepemimpinan keluarga yang dibebankan pada siapa pun, dalam hal ini misalnya laki-laki, seharusnya dinavigasi oleh rasa takut jika tidak memenuhi amanahnya, yakni takut tidak dapat mempertanggungjawabkannya kepada Allah SWT. Allah mempercayakan laki-laki kepemimpinan untuk kemajuan dan kemuliaan keluarga, bukan untuk kepentingan egois. Menjadi kepala keluarga berarti melayani, melindungi, dan menjadi pendukung kemajuan setiap anggota keluarganya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad SAW mewariskan keteladanan cemerlang dalam menjadi kepala keluarga sejati. Hadits nomor 24903 dan 26194 dalam Musnad Ahmad, merekam Aishah RA yang menggambarkan kemandirian Rasulullah SAW sebagai sosok suami sekaligus ayah. Beliau memperbaiki pakaiannya sendiri, memerah susu dombanya sendiri, dan menyelesaikan berbagai kebutuhannya dirinya sendiri. Dalam Sahih Bukhari bab Kaifa Yakunu al-Rajul fi Ahlihi no. 6039, kita juga menemukan Aisyah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW senantiasa menyibukan diri di rumah untuk melayani keluarga. Bahkan saat dikabari tidak ada makanan untuk beliau di rumah, Nabi SAW dengan ringan mengatakan “Kalau begitu aku berpuasa” (HR. Muslim no. 1154).

Baca Juga  Nasionalisme Kita, Menjamin Toleransi Beragama

menekankan kasih sayang ayah adalah komponen dari keseimbangan ilahi itu. menemukan dalam Sunnah bahwa pria paling jantan sepanjang masa, mengajarkan manusia untuk melembutkan hati mereka dengan membelai kepala yatim piatu, serta bercanda dan bermain bersama cucu-cucunya, pada menggendong Usamah dan al-Hasan, beliau mengungkapkan rasa kasih sayangnya “Ya Allah, aku mencintai keduanya, jadi cintai keduanya.”

Kelembutan dan karakter welas asih Rasulullah SAW sebagai teladan pemimpin keluarga ini, nampaknya agak jarang menjadi pemandangan di keseharian kita. Budaya patriarki kerap disebut-sebut sebagai penyebab pembagian peran orang tua yang kaku dan diliputi bias. Tetapi, kapan dan di mana saja, jika Islam dianut secara otentik, kita pasti menemukan kearifan yang menunjukan standar nilai kemuliaan Sunnah Nabi SAW. Dalam hal rumah tangga, nilai laki-laki muslim terkait erat dengan bagaimana dia memperlakukan istrinya di balik pintu rumah yang tertutup, serta bagaimana dia tanpa pamrih melindungi keluarganya dari bahaya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang paling baik terhadap istrinya…” (HR. al-Tirmidzi no. 3895)

Otoritas laki-laki dalam rumah tangga berbanding lurus dengan perannya dalam memenuhi nafkah keluarga. Berkaitan dengan itu, Nabi SAW juga memperingatkan wanita agar bersyukur atas pemberian suami, sesungguhnya tidak lain agar motivasi utama dalam mencari nafkah adalah ketulusan untuk keridhaan Allah. Jadi, seorang ayah tidak menafkahi keluarganya semata-mata karena keluarga harus menerima apa adanya pemberiannya, melainkan karena ibadah dan kebutuhan terhadap ridha Allah. Nabi SAW bersabda, “Dari dinar (mata uang emas) yang kau pakai di jalan Allah, yang dengannya kau membebaskan seorang budak, yang kau sumbangkan kepada yang membutuhkan, yang kau habiskan untuk keluargamu, dan yang menghasilkan pahala paling besar adalah yang kamu nafkahkan untuk keluargamu ” (HR. Muslim 995)

Dapat disimpulkan bahwa peran besar seorang ayah sebagai kepala keluarga harus dihiasi dengan akhlak yang baik, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Di dalam rumah, seorang ayah memiliki peran mulia sebagaimna seorang ibu. Rasulllah SAW adalah sosok yang yarus menjadi panutan setiap ayah dan kepala keluarga Muslim.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.