Membudayakan Iqra, bukan Fitnah

KolomMembudayakan Iqra, bukan Fitnah

Jagat sosial media kembali geger, dengan beredarnya ceramah Ustazd Evie Effendi menyebutkan Nabi Muhammad SAW pernah tersesat. Hal ini, menuai kontrversi di kalangan umat Islam. Dalam video dakwah yang diunggah dalam akun youtube miliknya. Ia mengatakan, “Semua orang di permukaan bumi ini pernah sesat termasuk Muhammad. 

Jadi, orang yang memperingati maulid berarti sama saja memperingati kesesatan Muhammad”. Da’i muda yang terkenal dengan slogan hijrah ini pun dinilai menghinakan Nabi Muhammad SAW.

Tak kalah menarik lagi, baru-baru ini di Twitter beredar meme kartun yang mengatakan bahwa ilmu Filsafat itu Haram. Mirisnya lagi, meme tersebut mengutip perkataan Imam Asy-Syafi’i, dengan menafsirkan secara serampang. Tertulis pada meme tersebut,”Hukum filsafat adalah haram dan ia menjadi pintu kekafiran”. Tidak ada dalam filsafat itu kecuali hanya kebodohan.

Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menemukan 474 isu hoax selama masa pandemi Corona di berbagai platform digital. Platform tersebut yakni Facebook, Instagram, Twitter, dan Youtube dengan total keseluruhan sebanyak 1.125 sebaran. Dari 1.125 sebaran hoax, kami sampaikan secara keseluruhan sebanyak 1.125 sebaran hoax yang pertama pada Facebook 786, Instagram 10, Twitter 324, dan Youtub 6”, ungkap Jhony G Plate.

Beberapa bukti dari kegaduhan ini terjadi tak lepas dari kurangnya belajar dan membaca hingga memberikan argumen-argumen sesat bahkan cenderung fitnah. Di zaman yang semakin canggih ini. Membaca dan memahami teks serta konteks dari bacaan sangat diperlukan, dan mediskusikannya dengan orang yang lebih memahaminya, karena bisa saja kita salah dalam memahami hasil dari bacaan kita.

Dengan membaca kita dapat memperoleh informasi, serta banyak manfaat yang didapat, apalagi tekhnologi sekarang semakin canggih dan maju. Dengan hal ini pulalah hoax dan berita fitnah bertebaran di sosial media. Kita dituntut untuk bijak dalam menggunakan sosial media, dengan membaca berita tersebut dengan baik dan tabayun sebelum menshare infromasi yang kita dapat hingga tidak ada fitnah yang beredar secara meluas.

Baca Juga  Fatmawati Soekarno, Kreator Sang Saka Merah Putih

Allah SWT jelaskan dalam Qs. Al-Alaq ayat 1 yang artinya “Bacalah”. Ayat tersebut menjelaskan kepada kita, urgensi pentingnya membaca. Tertulisnya ayat ini di dalam Al-Quran untuk kita bisa jadikan pedoman dalam hidup kita.  Ilmu Mustholahul Hadis mengajarkan kita bagaimana ketatnya dalam memverifikasi sebuah informasi. Hebatnya ulama-ulama hadis terdahulu sangat teliti dan waspada dalam menerima khabar karena sangat khawatir akan adanya kesalahan.

Pasca berkecamuknya yang terjadi di dalam umat Islam. banyaknya berita dan hadis palsu yang bertebaran di antara umat muslim ketika itu. Beberapa oknum-oknum menggunakan nama Nabi SAW untuk kepentingan politik, ekonomi, dan agama demi pembenaran atas perbuatan mereka. Para ulama pun menjadi lebih teliti dalam menerima khabar. Mereka sangat memperhatikan penetilitian dan pengecakan terhadap sanad dan latar belakang pembawa berita.

Jelaslah, kita harus lebih banyak membaca dan meneliti suatu berita hingga tidak menjadi informasi yang keliru dan cenderung menjadi fitnah. Mempelajari suatu ilmu pun harus sampai selesai, supaya tidak setengah-setengah dalam memahami ilmu tersebut hingga tidak memberikan argumen atau pendapat yang bisa menimbulkan kontroversi.

Walhasil, kita sebagai seorang muslim harus melakukan tabayyun setiap khabar yang kita peroleh hingga bisa meminimalisir terjadinya fitnah. Dan pastinya kita harus lebih membudayakan membaca sebagai kunci pengetahuan dan informasi hingga tidak menjadi fitnah bagi kaum muslimin dan tidak merugikan orang lain.

Oleh: Fadhel Muhammad

Artikel Populer
Artikel Terkait