Hadratussyaikh KH Hasyim As’yari: Pendiri Ormas Islam Terbesar di Dunia

KolomHadratussyaikh KH Hasyim As’yari: Pendiri Ormas Islam Terbesar di Dunia

ISLAMRAMAH.CO, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari adalah pendiri ormas Islam terbesar sedunia, yakni Nahdlatul Ulama. Beliau bersama Kiai Wahab Chasbullah dan Kiai Bisyri Syansuri mendirikan NU di tengah krisis sosial-politik dan keagamaan di Tanah Air. Dikatakan krisis karena pada masa itu kolonialisme masih mencekam Indonesia. Sementara infiltrasi paham-paham keagamaan yang mudah menyalahkan dan menyesatkan tradisi umat Islam Indonesia juga makin merajalela.

Sebagian besar kehidupan Hadratussyaikh dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan hegemoni kolonial Belanda. Di samping itu, beliau begitu resah dengan perpecahan umat dan mewabahnya paham-paham pembaharuan yang menantang secara nyata tradisi dan nilai-nilai keagamaan masyarakat muslim Nusantara. Organisasi yang didirikannya, Nahdlatul Ulama pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial-politik untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

Nama lengkap Hadratussyaikh adalah KH Hasyim Asy’ari bin ‘Abd al-Wahid bin ‘Abd al-Halim. Beliau lahir di Gedang, Jombang Jawa Timur pada hari Selasa Kliwon 24 Dzu al-Qa’idah 1287 H atau 14 Februari 1871. Beliau mempelajari ilmu-ilmu agama sejak kecil dari ayahnya sendiri. Setelah itu, beliau mengembara ke banyak pesantren di Tanah Jawa, seperti ke pesantren Shona Siwalan Baduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, sampai pesantren di Sidoarjo.

Beliau juga memperdalam ilmu-ilmu keislaman di Mekkah selama tujuh tahun. Beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka seperti Syaikh Ahmad Amin al-Athar, Sayyid Sultan b. Hasyim, Sayyid Ahmad b. Hasan al-Athar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid ‘Abdullah al-Zawawi, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasim Dagastani.

Setelah pulang ke Tanah Air, Hadratussyaikh membuka pengajian keagamaan di kampung halamannya dan dengan waktu singkat beliau telah terkenal di kalangan masyarakat. Tak lama kemudian Hadratussyaikh berpindah ke tempat lain yang lebih menantang. Beliau memilih daerah yang dikenal “Ghitam”, tepat pada tanggal 26 Rabi’ul Awal 1320 H atau 6 Februari 1906 M Hadratussyaikh mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.

Baca Juga  Semangat Kemanusiaan di Hari Idul Adha

Dalam beberapa tahun pesantren ini berkembang pesat dan mulai terkenal di kalangan masyarakat Jawa Timur, bahkan di berbagai daerah Indonesia. Pesantren ini tidak hanya menjadi pusat pengajaran dan pendidikan Islam semata, tetapi juga menjadi simbol keagamaan untuk melakukan perlawanan terhadap kemaksiatan dan konsolidasi melawan penjajah.

Hadratussyaikh dikenal piawai dalam gerakan dan pemikiran pendidikan. Hal itu tercermin dari karya monumentalnya, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fi ma Yahtaj alaih al-Muta’allim fi Ahwal Ta’allum wa ma Yataqaff ‘alaih al-Muta’allim fi Maqamat Ta’limih. Tak hanya itu, sebagai ulama, Hadratussyaikh juga menulis puluhan kitab-kitab keislaman yang berharga bagi masyarakat pesantren.

Dalam kitabnya, Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim Hadratussyaikh menekankan sepuluh etika yang harus dimiliki santri agar memperoleh ilmu yang bermanfaat. Di antaranya adalah membersihkan hati dari berbagai penyakit hati dan keimanan, memiliki niat yang tulus, bukan mengharapkan sesuatu yang material, memanfaatkan waktu dengan baik, bersabar dan memiliki sikap qana’ah, pandai membagi waktu, tidak terlalu banyak makan dan minum, bersikap hati-hati, menghindari makan yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan, tidak banyak tidur, dan menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat.

Dalam konteks pergerakan, organisasi NU yang beliau dirikan pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H memberi pengaruh dan kontribusi besar bagi kemerdekaan Indonesia. Hadratussyaikh secara konsisten menghimpun kekuatan persatuan ulama-santri untuk mempertahankan ideologi agama dan nasionalisme sebagai bentuk cinta tanah air (hubbul watan). Peran NU dalam mengusir penjajah menurut pandangan Hadratussyaikh adalah anjuran agama yang wajib dijalankan.

Hukum tersebut kemudian melahirkan resolusi jihad yang menjadi pegangan pasukan santri yang tergabung dalam laskar Hizbullah dan laskar Sabilillah melawan penjajah. Prinsip yang selalu disampaikan Hadratussyaikh adalah membuang segala bentuk eksploitasi dan penjajahan serta konsisten memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Kini, ormas Nahdlatul Ulama tetap kokoh berdiri bersamaan dengan perjalanan peradaban bangsa Indonesia itu sendiri. NU telah mewarnai pembangunan bangsa yang relijius dan nasionalis melalui koridor-koridor ijtihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Saat ini, NU menjadi ormas keagamaan terbesar sedunia, bahkan sepanjang masa dengan jumlah anggota yang memukau, yakni mencapai lebih seratus juta anggota.

Artikel Populer
Artikel Terkait