Pemikiran Ibnu Khaldun: Tujuh Kesalahan Sejarawan (Bagian 1)

KolomPemikiran Ibnu Khaldun: Tujuh Kesalahan Sejarawan (Bagian 1)

Dalam kitabnya, Muqaddimah (buku satu dari kitab al-‘Ibrar), Ibnu Khaldun menyatakan, sejarah kerapkali disajikan melalui ketidakbenaran (al-kadzab). Sumber kesalahan Pertama adalah keberpihakan terhadap pendapat dan aliran tertentu (al-syi’at li al-ara wa al-mazhahib).

Tidak memihak di sini bermakna, bahwa informasi sejarah diperlakukan secara krisis dan diungkap kebenaran/kekeliruannya. Jika seorang sarjana membiarkan dirinya terdikte oleh pendapat atau sekte tertentu, ia hanya akan menerima informasi yang sejalan dengan pihak yang dibelanya, sehingga ia ikut menyetujui dan menyebarluaskan kekeliruan.

Sumber kesalahan kedua adalah keterpercayaan terhadap penyebar informasi itu (al-tsiqah bi al-naqilin). Topik ini dibahas di dalam ranah “kritik perawi” (al-ta’dil wa al-tajrih), yang lahir dari kebutuhan untuk menilai keterpercayaan dan keakuratan perawi dalam meriwayatkan hadis Rasul. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa kritik perawi memiliki nilai yang terbatas, dan seharusnya digunakan setelah kita menilai apakah informasi tersebut mungkin atau mustahil.

Apabila ada sebagian tertentu dari informasi sejarah yang tidak dapat diterima akal, tidak ada gunanya menggunakan pendekatan kritik perawi sejak awal. Absurditas yang melekat pada makna yang membuat informasi semacam itu tidak dapat diterima akal merupakan alasan yang sudah memadai untuk menganggap bahwa informasi itu mencurigakan.

Menilai kebenaran atas fakta sejarah tidak dapat semata-mata bersandar pada karakter, kejujuran, kebersihan hati dan keakuratan dari sang pembawa informasi. Pertama, penting menilai apakah kejadian yang dilaporkan itu memang mungkin atau mustahil terjadi. Ibnu Khaldun menganggap langkah ini bahkan lebih penting daripada kritik perawi.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.