Selain konteks sosio-historis, ada konteks yang lebih pribadi tentang peran Ibnu Khaldun sendiri dalam sejarah. sebagaima telah diulas dalam tulisan sebelumnya, Ibnu Khaldun menduduki jabatan penting di berbagai istana dan dinasti di kawasan Afrika Utara dan Andalusia. Misalnya, pengalamannya bekerja dengan suku-suku di bawah penguasa Abu Hammu, ‘Abd al-‘Aziz, dan yang lainnya akan memberinya banyak sekali wawasan tentang watak loyalis kesukuan, makna dan pentingnya ‘ashabiyah, dan banyak konsep lainnya yang membentuk kerangka penjelasan teorinya.
Lebih dari itu, alih-alih berlaku sebagai ilmuan yang hanya menjadi penonton jarak jauh, Ibnu Khaldun secara langsung mengalami dampak kerusuhan sejarah dinastik, menyaksikan korupsi dan pertengkaran di dalam istina-istana, dan pernah menjadi korban dalam banyak kejadian. Akhirnya, ada juga faktor kesadaran Ibnu Khaldun dan kebanggaan akan peran leluhurnya dalam politik dan kehidupan intelektual di Andalusia dan Afrika Utara.
Pengalamannya sendiri akan kehidupan politik yang bergejolak dan juga kesadarannya tentang peran leluhurnya telah mengembangkan minat di dalam dirinya untuk memahami watak perubahan sejarah. Ibnu Khaldun juga tidak terlalu antusias dalam beberapa jabatan tertentu karena hal itu bukan jenis yang diidamkan oleh leluhurnya. Ia menunjukkan bahwa ia diilhami oleh prestise geneologinya dan bahwa ini mungkin menjadi faktor pendorong dalam upaya intelektualnya untuk memahami sejarah di mana ia dan leluhurnya ikut terlibat membentuknya.