Menghormati Orang Tua Tanpa Batas

KhazanahHikmahMenghormati Orang Tua Tanpa Batas

Berbakti kepada orang tua dalam ajaran agama merupakan keniscayaan. Jasanya yang begitu besar, menempatkan orang tua berkedudukan mulia, hingga tak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menghormatinya. Itu sebabnya, Rasulullah SAW bersabda, ridha Allah ada pada keridhaan orang tua dan murka Allah ada pada murka orang tua (HR. Tirmidzi dan Hakim dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ No. 3506 ).

Penjelasan dalil yang kerap menyandingkan berbakti kepada Allah dan birrul walidain (berbuat baik pada orang tua), kewajiban terhadap orang tua menempati urutan kedua setelah Allah SWT menurut Ahmad Fawaid Syadzili dalam Tematis Ensiklopedia al-Quran. Demikian setiap perintah orang tua diharapkan untuk patuhi dan dilakukan dengan ikhlas, selagi tidak memerintah menyekutukan Tuhan.

Senada dengan Allah SWT berfirman dalam surat Luqman ayat 15 memerintahkan agar tidak mengikuti ajakan persekutuan Tuhan, tetapi tetap berbaur dengan baik. Kendati ada orang tua berbeda keyakinan dengan anaknya, sedikitpun tak memengaruhi untuk tetap berbakti padanya.

Sebagaimana ketika Sa’ad bin Abi Waqqas masuk Islam, ibunya mogok makan dan minum, serta memerintah agar anaknya kembali pada ajaran lamanya. Namun, Sa’ad yang kukuh pada Islam tidak mau murtad, ia menolak ajakan ibunya. Lantas berkata, wahai ibu, demi Allah kalau pun engkau memiliki seratus nyawa, aku tidak akan meninggalkan agamaku, jika engkau hendak makan, maka makanlah. Akhirnya, sang ibunda berhenti mogok makan.

Rasa hormat menunjukkan penghargaan terhadap seseorang. Namun, jika sekadar mengakui orang tua sebagai orang yang berjasa tanpa dibarengi adanya perilaku baik, maka dapat menjerumuskan pada kedurhakaan. Menghormati orang tua dalam prosesnya perlu mengelola keseimbangan emosional dan rasional dalam berkomunikasi. Sebab perlu diketahui, memang tak sedikit orang tua yang berbuat semaunya dan merasa benar keputusannya ketimbang perspektif sang anak.

Beranjak dari sini, biasanya akan muncul situasi yang mulai pelik. Orang tua yang selalu ingin dihargai keberadaannya dan perasaan anak yang merasa kurang dimengerti berujung pada saling menuntut. Meski demikian, perkara dasar yang membedakan antara orang tua dan anak adalah letak pada ketulusannya dalam memberi.

Mesti disadari, kendati orang tua kerap memerintah banyak hal sebenarnya yang dipikirkannya tidak lain demi kebaikan untuk anaknya. Sementara keinginan yang dituntut anak cenderung pada keinginan diri sendiri, tetapi tentu tidak semuanya demikian. Kendati cara yang ditawarkannya tidak selaras, naluri orang tua tetap memprioritaskan kemaslahatan anak.

Baca Juga  Kiswah Menambah Keindahan Ka'bah

Terlebih para orang tua yang di pedesaan atau dengan pendidikan rendah, mereka cenderung otoriter mengarahkan sesuatu tanpa adanya diskusi. Lain dengan orang tua yang diperkotaan dan berpendidikan, secara persuasif mereka bisa berdemokrasi dalam menentukan sesuatu dan memberi saran. Memang, tidak semuanya ditentukan dari kapasitas pendidikan dan lingkup kehidupan, melainkan dikembalikan pada karakter masing-masing orang tua dalam mendidik anaknya.

Orang tua selamanya akan menjadi orang yang wajib kita hormati. Jika ditemukannya ketidaksesuaian dalam pemikiran, anak yang menghormati orang tuanya tidak akan lepas lantas berbicara kasar. Semua agama mengenal konsep berbakti kepada orang tua, seperti Islam menyebutnya birrul walidaian, sementara dalam al-Kitab disebutkan, baik perjanjian lama maupun baru upaya keharusan menyegani ibu dan ayah dan menyembah Allah (Imamat 19:3).

Demikian menghormati orang bagian dari perintah penting agama. Betapapun sikap orang tua, sebagai anak tetap harus berbakti. Mendampingi di usia senjanya, menyenangkan hatinya, berdoa yang baik, dan memberikan nasihat yang halus jika ada perbedaan pemikiran atau kehendak. Karena itu, sikap hormat merupakan akhlak mulia warisan para nabi yang mesti diteladani umatnya.

Sebagaimana akhlak para nabi, kendati orang tuanya telah tiada mereka tetap mendoakan sebagai bukti baktinya, baik ketika hidup dan setelah wafatnya. Dalam al-Quran disebutkan Nabi Nuh AS berdoa memohon ampun untuk dirinya, kedua orang tuanya dan semua orang yang beriman (QS. Nuh: 28). Begitu juga Nabi Muhammad SAW, meski sejak kecil hidup sebagai yatim piatu, kebaktiannya pada orang tua tetap terjaga, hingga beliau datang berziarah ke makam ibunya dan menangis mengingat kasih sayangnya.

Tidak ada batas kapan seorang anak berhenti menghormati kedua orang tuanya. Ingatlah bahwa keridhaan Tuhan senantiasa menyertai anak yang menghormati orang tuanya. Tanpa mengenal rasa hormat, manusia hanya menjadikan dirinya makhluk ciptaan yang bernilai rendah dan tak ada harganya.

Pada dasarnya, menghormati merupakan kesadaran diri sebagai manusia pada hal-hal positif. Orang tua menjadi implementasi dari nilai-nilai kebaktian yang selama ini ditanamkan, baik dalam agama maupun sosial-masyarakat. Menghormati orang tua bukan sesuatu yang mesti disyaratkan, ia berhak mendapat kehormatan dari anak yang telah dikandung, dilahirkan, disusui, dan dibimbingnya. Paling tidak bila ada yang kurang sepakat, maka kepatuhannya pada Tuhan menjadikan anak agar tetap menghormati orang tuanya tanpa batas.

Artikel Populer
Artikel Terkait