Quraish Shihab: Memaknai Kalimat Tahlil

BeritaQuraish Shihab: Memaknai Kalimat Tahlil

Kalimat tahlil adalah salah satu zikir yang agung, sebab laa ilaaha illallah merupakan pernyataan tauhid. Merapalnya akan membuahkan banyak keutamaan. Antara lain adalah penghalang dari api neraka, pengantar untuk masuk surga, serta dapat memperbaharui keimanan, tentu dibarengi dengan penghayatan saat membacanya.

Pada kalimat tahlil terdapat kata Allah dan ilaah. Prof Quraish membahas kedua kata tersebut. Melalui laman media sosialnya, ia menyebutkan, “Sangat populer di kalangan ulama-ulama dulu dan sekarang kalimat laa ilaaha illallah arti harfiahnya adalah ‘tidak ada Tuhan selain Allah’, atau jika disertai dengan penjelas menjadi ‘tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah’.”

Prof Quraish menjelaskan dua pendapat tentang arti ilaah yang merupakan asal dari kata ‘Allah’. Pertama, ulama dulu mengatakan bahwa kata “Allah” terambil dari kata ilaah, artinya yang disembah. Dan kata ilaah asalnya dari alihaya’lahu. Namun dalam kenyataan kehidupan kita, ada sesuatu lain yang disembah selain Allah. Maka dari itu, pemaknaan kalimat tahlil tadi diberi penjelas dalam tanda kurung ‘tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah’. Dengan demikian, apapun selain Allah tidak wajib disembah bahkan tidak boleh disembah.

Kedua, menurut penelitian banyak ulama juga, makna ilaah adalah penguasa, penguasa alam raya, yang menguasai segala sesuatu, dan mengatur segala hal. Bagi Prof Quraish, makna ini lebih jelas, lurus, dan mudah dipahami. Ketika arti yang kedua ini diaplikasikan pada kalimat tahlil, akan menghasilkan makna yang lebih terang tanpa perlu penjelasan. Dan artinya menjadi “Tidak ada penguasa (pengatur) di alam raya ini kecuali Allah.”

Prof Quraish menerapkan dua makna ilaah tersebut di QS. Al-Anbiya’: 22, kemudian membandingkan kedua terjemahanannya. Yang pertama, “Seandainya di langit dan di bumi ini ada (alihah, jamak dari ilaah) Tuhan-Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah, pasti keduanya akan hancur”. Kedua, “Seandainya di langit dan di bumi ini ada penguasa-penguasa yang mengatur alam raya selain Allah, pasti keduanya akan hancur.”

Dari terjemahan tersebut, yang kedua terasa lebih enak, lebih jelas maknanya, dan berkesan menurut Prof Quraish. Jika mengartikan ilaah sebagai “yang wajib disembah”, itu menjadikan kita terdorong untuk menyembah-Nya. Sedangkan ketika kita berkata “yang berkuasa/penguasa” (Tidak ada penguasa alam raya ini kecuali Allah), itu menanamkan ketenangan dalam jiwa kita. Sebagai contoh, saat Rasulullah diancam dengan pedang, beliau dengan tenang menjawab, bahwa Allah yang akan menyelamatkannya. Karena memang tak ada yang bisa terjadi tanpa kuasa-Nya. Dalam konteks ini, ayat alaa bidzikrillahi tathmainnu al-qulub (Q.S. Ar-Ra’d: 28) menemukan relevansinya. Dengan memperbanyak zikir hati kita akan merasa tenang. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.