Kisah tentang Nabi Saw dan para sahabat tidak melulu serius. Mereka juga kerap kali melempar candaan hingga tertawa menciptakan suasana hangat dan riang. Sebagaimana keisengan Ali bin Abi Thalib terhadap Nabi Saw ketika dalam satu meja makan yang tengah berbuka puasa bersama.
Mengutip karya Khaeron Sirin, Ketawa Sehat Bareng Ahli Fikih (2016), dalam salah satu hadis riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, pada saat berbuka puasa terhidang sebuah kurma dan air putih sebagai makanan pembuka untuk membatalkan puasa. Setiap kali makan sebiji kurma mereka menyisihkan biji di tempatnya masing-masing. Beberapa saat kemudian sahabat Ali bin Abi Thalib baru menyadari bahwa ia telah memakan kurma dengan jumlah yang banyak. Biji-biji kurma Ali yang berdampingan dengan Nabi Saw kian kentara kalau beliau memakan sekadarnya saja untuk berbuka puasa.
Dari sini Ali bin Abi Thalib mulai iseng dengan meletakkan semua biji kurma miliknya pada piring Nabi Saw. Dalam suasana hangat itu Ali mengatakan, “wahai Nabi engkau memakan kurma lebih banyak dari pada aku, lihatlah biji-biji kurma yang kurma yang menumpuk di tempatmu”.
Nabi Saw pun tertawa dan membalas dengan jawaban cerdas, “Hei Ali, kamulah yang memakan kurma lebih banyak, karena aku memakan kurma tetapi masih menyisakan biji-bijinya. Sedangkan engkau memakan kurma berikut dengan biji-bijinya”. Mendengar jawaban Nabi Saw, seketika para sahabat yang hadir ikut tertawa.
Kisah tersebut menunjukkan figur Nabi Saw yang menyetarakan dirinya dengan para sahabatnya. Beliau dihormati, tetapi bukan karena ditakuti melainkan karena sosoknya yang rendah hati. Demikian para sahabat berani melempar candaan pada Nabi Saw, akan tetapi mereka mengetahui batasan-batasannya. Menciptakan suasana hangat dengan hiasan canda tawa itu perlu agar hidup menjadi indah dan lebih membahagiakan.