Belajar dari Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari

KhazanahBelajar dari Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari

Indonesia dihuni oleh jutaan manusia, tetapi ada dua sosok istimewa dalam perjalanan negeri ini yang memengaruhi kemerdekaan sampai sekarang, yakni Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Keduanya adalah tokoh yang tak asing terdengar di telinga kita. Mereka mempunyai visi dan misi yang sama demi merajut kemerdekaan bangsa.

Ir. Soekarno atau sering kita panggil Bung Karno adalah Presiden pertama Indonesia serta tokoh nasionalis yang lahir tanggal 06 Juni 1901 di Surabaya. Dia merupakan tokoh besar pahlawan nasional pejuang kemerdekaan. Jasanya yang sangat berarti menjadi suatu alasan mengapa ia tak bisa dilupakan dan menjadi legenda tak lekang zaman. Ia juga manusia yang menyukai persahabatan, terbukti dengan banyaknya para pemimpin negara yang memiliki hubungan dekat dengannya (Sigit Aris Prasetyo 2017).

Bung Karno tak hanya terkenal di negeri sendiri, tetapi namanya terkenal sampai ke luar negeri. Semangat perjuangannya yang besar senantiasa menginspirasi generasi setelahnya di negeri ini, bahkan semangatnya menular untuk generasi bangsa lainnya. Dalam merajut kesatuan bangsa, Bung Karno mampu membangkitkan semangat rakyat melalui pidatonya, semangat Bung Karno membakar jiwa para generasi untuk melanjutkan estafet perjuangan demi kemerdekaan bangsa.

Perjuangannya yang tak kenal lelah sampai nyawa pun menjadi taruhannya demi persatuan negeri ini sehingga menjadinya sosok yang tegas. Sosok tegasnya yang ditakuti membuat negara-negara lain tidak berani lagi bermain-main dengan bangsa ini. Selain tegas, dia mempunyai sifat yang ramah dan humoris. Suatu saat ketika Bung Karno bertemu dengan Presiden AS, John F Kennedy di luar forum, Bung Karno mengeluarkan candaan kepadanya, sehingga Bung Karno mampu mengundang gelak tawa para petinggi negara lain (M. Romandhon MK, 2018).

Belajarlah dari Bung Karno, karenanya negeri ini bisa menjadi negeri yang menjunjung tinggi jasa-jasa para pahlawan dengan kata-katanya yang populer, yaitu Jas Merah (jangan sekali-sekali lupakan sejarah). Dan belajarlah dari Bung Karno melalui ketegasan, keramahan, dan humorisnya yang bisa mendatangkan kawan serta menjauhkan lawan.

Sedangkan Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari atau yang kita kenal Kiai Hasyim adalah ulama Nusantara yang lahir pada 14 Februari 1871. Ia merupakan seorang ulama dan pahlawan nasional serta pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pemimpin Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ia juga merupakan salah satu kiai yang berjuang memerdekakan bangsa ini melalui strategi ampuh serta fatwanya bersama ulama se-Jawa dan Madura yang terkenal, yaitu Resolusi Jihad 45 pada saat itu.

Tak hanya itu, Kiai Hasyim adalah seorang organisatoris dan pendidik handal. Ia mampu menanam dan merawat organisasi NU hingga awet dan bertahan sampai saat ini. Dan telah mempunyai ribuan murid pengikut jejaknya, yang berpendidikan di Pesantren Tebuireng dan berorganisasi di NU. Tebu Ireng adalah termasuk salah satu pesantren terbesar di Indonesia, sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Keduanya merupakan karya terbesar yang pernah didirikan oleh Kiai Hasyim.

Baca Juga  Piagam Madinah Puncak Toleransi

Di sisi lain, dalam suatu cerita Kiai Hasyim jua pernah mendapat tawaran menjadi Presiden oleh pemerintah militer Jepang, tetapi tawaran itu langsung ditolak tegas oleh Kiai Hasyim. Saat itu dia menjawab bahwa dia adalah seorang Kiai dan tugasnya tak lain hanya mendidik dan mengajari para santri di pesatren. Lalu ia mengatakan, nama Bung Karno yang cocok untuk menjadi seorang Presiden dan Bung Hatta menjadi Wakilnya.

Di lain cerita, Kiai Hasyim pernah membantu gurunya Syaikhona Kholil Bangkalan yang lagi dirundung kesedihan, karena cincin bu Nyai kesayangannya jatuh kedalam selokan. Kiai Hasyim tidak banyak bicara lagi, lalu sesegera mungkin Kiai Hasyim turun ke selokan, mencari dan sekaligus menemukan cincin itu. Di situ usaha Kiai Hasyim tak sia-sia untuk menghilangkan rasa sedih Gurunya. Di sinilah kesederhanaan Kiai Hayim, dia merelakan apa saja demi membahagiakan gurunya.

Menurut Zuhairi Misrawi, dalam bukunya berjudul Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaanmenyebutkan, bahwa Kiai Hasyim adalah seorang ulama peduli umat dan bangsa serta mempunyai pemikiran-pemikiran moderat. Artinya adalah sebagai ulama ia pasti mempunyai umat yang harus diperhatikan dan diarahkan ke tujuan yang seimbang atau moderat. Dan sebagai seorang yang dilahirkan di negeri ini, dia mempunyai keinginan kuat untuk memperjuangkan cita-cita bangsa.

Bung Karno dan Kiai Hasyim adalah umara dan ulama yang sama-sama bertujuan memerdekakan bangsa. Namun mereka berdua mempunyai posisi yang berbeda, Bung Karno sebagai Presiden yang mempunyai rakyat dan Kiai Hasyim adalah seorang ulama yang mempunyai umat. Mereka adalah pemimpin yang mempunyai pengikut dan basis massa berlimpah.

Pada suatu saat, waktu sebelum kemerdekaan bangsa ini, Bung Karno selalu sowan dan meminta arahan kepada kiai Hasyim untuk kemajuan bangsa. Ketika membentuk suatu negara Bung Karno selalu berkorespondensi dengan Kiai Hasyim. Dan mereka berdua tidak bisa dipisahkan oleh segala cara. Dari kedekatan ini Bung Karno menjalin hubungan baiknya itu dengan para kiai lainnya.

Dengan demikian, sudah sepatutnya kita belajar dari Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Sewaktu masa hidupnya jasa-jasanya tak bisa dibayar dengan materi. Kepedulian terhadap bangsa dan negara menjadikan mereka berdua sebagai pahlawan nasional. Beliau berdua adalah ulama dan umara, seorang pemimpin dan seorang ulama yang berpengaruh di negeri ini. Menurut saya, keduanya adalah pemikir pejuang dan pejuang pemikir bagi bangsa Indonesia.

Artikel Populer
Artikel Terkait