Muslim Yang Merangkul, Bukan Memukul

KolomMuslim Yang Merangkul, Bukan Memukul

Nabi Muhammad SAW pernah mengumpamakan seorang mukmin dalam sebuah hadis seperti ini; “Orang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan, saling mengkuatkan satu dengan lainnya” (HR. Muslim). Di dalam hadis lain “Perempumaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seperti tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota yang lain akan susah tidur atau merasakan demam”. (HR. Muslim).

Itu lah gambaran Nabi kepada seorang mukmin, seperti bangsa Indonesia dalam memerdekakan negeri ini. Semuanya bersatu dalam naungan dan tujuan yang sama, tak perlu melihat agama, budaya, bahasa, apalagi warna kulit. Bersatu-padu untuk memerdekakan Indonesia. Semakin bersatu dan saling merangkul, Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan.

Melihat para pendiri bangsa ini, seharusnya kita banyak belajar. Bagaimana menjadi bangsa yang satu bukan bangsa yang mempecah belah. Terkhusus kita selaku muslim. “Orang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan, saling mengkuatkan satu dengan lainnya” (HR. Muslim).

Persoalan muslim saat ini, terlihat jauh apa yang diharapkan oleh Nabi. Perpecahan, perselisihan, dan propaganda semakin kuat dalam permasalahan di Indonesia. Sifat muslim yang merangkul bukan memukul. Memperkuat bukan adu urat. Mempersatu bukan memperkeruh. Sekarang hanya menjadi isapan jempol.

Bapak pendiri Indonesia, Bung Karno berkata “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Yang terjadi disaat ini adalah keberagaman dan beda pendapat, menjadi masalah besar dalam bangsa ini. Sehingga menimbulkan perpecahan. Jika saja perbedaan diartikan secara dewasa dalam berpikir dan bertindak. Maka tidak akan ada perbedaan dan beda pendapat menjadi sumber masalah, justru perbedaan dan beda pendapat menjadi nilai kekayaan dan penguat persaudaraan seagama atau sekemanusiaan. 

Baca Juga  Hikmah Puasa Ramadhan

Menurut Prof. Quraish Shihab seorang cendikiawan muslim mengartikan persaudaraan seagama artinya mengakui keesaan Allah, kerasulan Muhammad, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Bagi yang tidak mengakui keempat hal diatas, maka dia adalah saudara sekemanusiaan.

Persudaraan seagama menjadi pondasi kuat bagi seorang mukmin untuk mewujudkan Islam yang ramah, toleransi, moderat dan penuh rahmat. Sebagaiaman Nabi diutus dimuka bumi ini untuk menjadi rahmatal lil’alamin dan penyempurna akhlak.

Kita selaku muslim jangan sampai saling membenci sesama muslim yang lain. Harus saling merangkul dan merawat keharmonisan hidup kita dibawah naungan Pancasila dan Bhineka tunggal Ika. Jika  ada ideologi yang ingin mengubah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi ideologi khilafah. Ini bukan solusi untuk muslim saling merangkul, malah menjadi muslim saling memukul dan menjadi sumber permasalahan yang maha dahsyat. Bukan hanya sekedar perselisihan yang terjadi, bisa saja nantinya akan menjadi perpecahan  yang tak ada usainya. Karena tujuan khilafah adalah kekuasaan.

Oleh: Asep Supandi

Artikel Populer
Artikel Terkait