Istri Solehah Harus Menutupi KDRT? Mitos!

KolomIstri Solehah Harus Menutupi KDRT? Mitos!

Potongan video ceramah Oki Setiana Dewi viral di media sosial. Ceramah itu berisi ajaran agar perempuan, khususnya para istri, mau menutupi perlakukan kasar suaminya di rumah atas nama ‘menjaga aib suami’. Dalam ceramah tersebut, Oki Setiana dewi, memberikan contoh sikap sholehah seorang Istri yang berbohong pada orangtuanya, semata-mata untuk melindungi suami yang melakukan KDRT di rumahnya. Potongan ceramah ini mengundang kritik tajam di media sosial. Salah komentar, datang dari akun twitter Gus Nadir @na_dirs, ia mengatakan, “kalau suami mukul istri itu sebenarnya bukan aib yg harus ditutupi oleh istri. Itu KDRT. Harus lapor polisi…”

Konten dakwah seperti ceramah Ustadzah Oki tersebut hanya mengukuhkan kesalahpahaman tentang bagaimana perempuan diperlakukan secara syar’i dalam rumah tangga. Istri solehah yang tersenyum di luar rumah, dan menangis di dalam rumah bukanlah gambaran ideal rumah tangga Muslim yang layak didakwahkan dan dijadikan contoh. Materi dakwah yang mengajarkan perempuan untuk diam dan sabar menghadapi kekerasan fisik dari suami, hanya semakin memajukan gagasan bahwa Islam itu bias gender. Nyatanya, teori tentang seorang istri harus sabar dan bertahan dalam KDRT hanyalah mitos besar dalam ajaran Islam. 

Islam menegaskan bahwa pernikahan harus didasarkan pada cinta dan kasih sayang antara pasangan (QS. Rum: 21). Suami dan istri adalah setara dan saling melengkapi dalam kebersamaan yang sempurna. Islam juga mengajarkan agar pasangan suami istri saling menjaga aib pasangannya masing-masing (QS. Al-Baqarah: 187). Suami dan istri harus saling melindungi, terutama untuk menjaga kehormatan pasangannya. Yakni menutupi kecacatan, kekurangan, atau rasa malu yang melekat pada diri pasangannya. Itulah yang dinamakan melindungi aib. 

Membongkar aib pasangan memang sangat dilarang dalam Islam. Sedangkan, tindakan KDRT bukan suatu aib yang harus dirahasiakan, melainkan kejahatan yang memang harus diungkapkan dan diselesaikan dengan keadilan. Pemukulan kepada istri adalah tindakan pelecehan terhadap kehormatan istri dan kekerasan fisik yang tidak dapat dibenarkan dengan dalil apapun.

Nabi SAW tidak pernah menganggap perempuan yang melaporkan perlakuan kasar suaminya di dalam rumah, sebagai perbuatan ‘membuka aib suami’. Beliau bahkan sering menerima aduan semacam itu dan menangani langsung kasus-kasus tersebut. Dalam suatu hadis, Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa, istri Al-Walid bin ‘Uqbah datang kepada Nabi SAW. Wanita itu mengeluh kepadanya dengan mengatakan, “Ya Rasulullah! Al-Walid telah memukul saya!” 

Nabi SAW berkata, katakan kepadanya, “Nabi SAW telah melindungiku”.  Wanita itu pulang untuk beberapa waktu, lalu ia kembali lagi dan berkata “suamiku tidak memberiku apa-apa selain pukulan lagi”. Nabi SAW merobek sehelai kain dari bajunya dan bersabda, katakan padanya, “Sesungguhnya Rasulullah telah memberiku perlindungan” Wanita itu pulang, lalu kembali lagi dan dia berkata, “Dia memukulku lagi!” Nabi SAW mengangkat tangannya dan dia berkata, Ya Allah, kuserahkan kepadamu Al-Walid, karena dia telah berdosa terhadap saya dua kali (HR. Ahmad)

Baca Juga  Mendambakan Indonesia Maju dan Berdaulat

Satu hal penting dalam riwayat ini telah menunjukkan, bahwa Nabi SAW sama sekali tidak mencari pembenaran atau penjelasan apapun dari al-Walid. Dengan kata lain, beliau menganggap tindakan al-Walid yang memukul istri itu tidak dapat diterima, apapun alasan situasi dan kondisinya. Nabi SAW mengambil tindakan yang tegas untuk melindungi perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dengan begitu, pihak istri tidak dapat disalahkan dengan cara dan bentuk apapun karena telah mengadukan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. 

Membiarkan KDRT tidak dapat dibenarkan oleh agama yang mengajarkan kelembutan dan cinta kasih dalam pernikahan. Ahli hukum Islam sejak dulu menindak tegas suami yang memukul istri. Secara eksplisit tertulis dalam kitab-kitab fiqih, seperti dalam Hasyiyat Al-Dasuqiʿala Syarah al-Kabir (2:343), jika seorang wanita mengadu kepada hakim karena disakiti oleh penghinaan, pengabaian, atau pukulan fisik suaminya, maka hakim dapat memerintahkan agar suaminya dihukum secara fisik sebagai pembalasan. Tidak heran, dalam sebuah penelitian berjudul Islamic Perspectives on Domestic Violence (2017) sekelompok peneliti membuktikan bahwa, dalam catatan sejarah pengadilan Islam, hakim secara sering sekali memutuskan bahwa suami yang melakukan kekerasan fisik pada istri harus dihukum. 

Jadi, dakwah semestinya mengajarkan suami untuk bersabar agar tidak memukul istri, bukan mengajarkan istri menerima pukulan suami. Kesabaran dalam rumah tangga, yang semestinya diajarkan, ialah kesabaran untuk tidak melampiaskan amarah, kesabaran untuk tidak melakukan kekerasan kepada pasangan. Sedangkan KDRT, tindakan memukul istri, adalah bentuk penganiayaan serius yang berdampak luas pada fisik dan psikologis pasangan. Perempuan atau siapapun yang berada dalam derita KDRT harus menyelamatkan diri dan diselamatkan. Nabi SAW bersabda, “Jangan membahayakan diri sendiri, jangan membiarkan bahaya pada orang lain.” (HR. Ibnu Majah)

Dengan demikian, jelas bahwa mengajarkan perempuan untuk menutupi kekerasan dan bahaya pasangannya dalam rumah tangga, adalah kesalah besar dalam dakwah. Tidak ada dasar yang kuat untuk menganggap aduan atau laporan KDRT sebagai membongkar aib suami yang dilarang Islam. Nabi SAW sendiri menerima aduan semacam itu dan memberikan tindakan pembelaan yang benar. Jadi, ajaran bahwa menjadi istri solehah harus menutupi KDRT itu hanyalah mitos!

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.