Akhlak Rasulullah dalam Bertetangga

KhazanahAkhlak Rasulullah dalam Bertetangga

Memuliakan tetangga merupakan hal yang tak kalah penting dalam ajaran Islam. Pasalnya, memiliki tetangga yang shalih membawa keberkahan tersendiri untuk bisa menikmati hidup yang jauh dari gunjingan dan gemar menolong. Beda halnya dengan tetangga yang usil, ia akan mudah iri tiap kali tetangganya mendapatkan rezeki, senang menyebarkan rumor, serta selalu mengomentari segala hal yang terlintas di matanya tanpa basa basi.  

Meski tetangga bukan orang yang serba tahu, tetapi ia adalah orang yang dekat dengan kehidupan kita. Islam menjelaskan secara rinci bagaimana hubungan sosial antar manusia harus terjalin dengan baik dan membawa kemanfaatan. Jibril beberapa kali memeringati Rasulullah SAW terkait hak-hak tetangga yang harus diberikan, sampai beliau mengira adanya hubungan waris antar tetangga.

Tetangga termasuk orang yang dahulu mengetahui saat suatu terjadi pada tetanga dekatnya. Paling tidak, mereka adalah orang yang kerap dijumpai saat pagi dan sore hari saat berangkat serta sepulangnya dari aktivitas. Maka menjaga hubungan baik dengan tetangga amat penting. Sebab memuliakan tetangga, yakni sesuatu yang tak bisa dihindari dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagaimana firman Allah SWT, Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib- kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS. An-Nisa: 36).

Rasulullah SAW bersabda, yang dinukil oleh isma‟il bin Muhammad bin Sa‟d bin Abi Waqqash, dari ayahnya, dari kakeknya. Empat hal yang termasuk kebahagiaan seorang, istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dunia ini akan terasa sempit karena tinggal berdekatan dengan tetangga yang buruk dan sebaliknya akan menjadi lapang karena memiliki tetangga yang baik.

Adapun yang dimaksud Islam dalam memuliakan tetangga, pertama tolong menolong. Saat tetangga tengah mengalami kesulitan atau membutuhkan pertolongan maka upayakan semampu kita. Hal tersebut merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial, Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa.

Kedua, memberi sesuatu dalam artian memberi pinjaman utang atau hadiah. Jika memang tetangga memerlukan pinjaman utang, maka memberikannya tentu akan meringankan beban kesulitan orang tersebut. Kemudian memberi hadiah juga dapat membangun suasana kehangatan dalam bertetangga, terkait memberi hadiah Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, Aku memiliki dua tetangga, kepada yang mana aku mesti memberikan hadiah? Rasulullah saw menjawab; “Kepada yang pintunya lebih dekat denganmu (HR. Bukhari).

Ketiga, menjenguk orang sakit. Kondisi fisik atau mental yang kurang baik membutuhkan motivasi agar kesehatan kembali membaik. Dengan ini, Islam menganjurkan agar menjenguk orang yang sedang sakit. Tentu seseorang akan merasa senang dan merasa dipedulikan saat-saat kondisinya terkulai lemah, tetapi masih ada orang yang berkenan mengunjunginya. Memiliki teman dalam keadaan senang itu mudah, tetapi mereka yang masih peduli dalam kondisi duka maka sejatinya ia orang yang benar-benar tulus membersamai kita.

Baca Juga  Kiai Said Aqil Siroj: Islam dan Budaya Tidak Bertentangan

Keempat, ikut berbahagia atas kesuksesan tetangga. Terkadang tak jarang menemukan tetangga yang dengki karena kesuksesan tetangganya. Menyebar rumor kalau, tetangganya menggunakan pesugihan dan sebagainya. Hal-hal seperti ini tentu akan menyakiti siapapun yang dituduh. Sebab itu, dari pada tidak senang melihat kebahagiaan orang lain justru menambah kesengsaraan diri sendiri dan memicu pertikaian. Alangkah elok sebagai tetangga yang baik ikut merasa berbahagia mengucapkan selamat, barang tentu ia akan membagikan kebaikan yang dimilikinya.

Terakhir, saling memberi nasihat. Merasa tidak berhak ikut campur permasalahan orang lain itu hal wajar. Namun, saling memberi nasihat kebaikan dengan cara yang baik juga tak ada salahnya untuk mengingatkan, asalkan jangan selalu menasihat setiap perkara yang dinilai bertentangan dengan kita. Kalau demikian bukan nasihat, melainkan intervensi terhadap persoalan orang lain.

Cara membangun kehidupan sosial yang rukun dan sejahtera dapat bermula dari menjadi tetangga yang baik. Memberi rasa aman atau tidak mengganggu yang sekiranya membuat orang di sekitarnya merasa aman. Saling bertegur sapa dengan memberi salam atau melempar senyuman. Semua hal baik ini adalah nilai-nilai yang diteladani Rasulullah SAW kepada umatnya.

Kemudian sangat tidak diperkenankan menunjukkan kemewahan, sementara tetangganya adalah seorang yang fakir miskin. Imam Al-Ghazali menegaskan, bahwa tetangga yang miskin akan terpaut leher tetangganya yang kaya di hari kiamat seraya berkata, “Tuhanku, Tanyailah orang ini mengapa ia enggan menolongku dan menutup pintu terhadapku.” Sikap kewahannya ini sungguh melukai perasaan tetangga yang tidak ditolongnya. Seperti yang juga dikatakan Jalaluddin Rumi, musik yang haram adalah suara sendok dan garpu kita ketika makan, sedangkan tetangga kita kelaparan.

Kehidupan di perkotaan yang individualis terkadang menyulitkan untuk bersosial. Namun, kita tidak boleh menengarai mereka sebagai sosok yang egois, anti sosial, sombong, dan sebagainya. Dahulukan memahami orang lain mengapa ia belum bisa berbaur atau pasif dengan tetangganya. Seseorang tidak bisa memaksakan supaya orang lain berbuat seperti yang kita harapkan. Selagi ia tidak mengganggu atau membuat keonaran lingkungannya, biarkan saja. Demikian menjadi tetangga yang baik itu dimulai dari diri kita sendiri sebagai orang yang beriman dan meneladani sunnah Rasulullah SAW.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.