Akhlak adalah Fondasi Ilmu

KhazanahHikmahAkhlak adalah Fondasi Ilmu

Tidak sedikit orang yang belajar Islam dan bahkan di tingkat lanjut, terlibat dalam perdebatan pahit, sektarianisme, pelanggaran, dan kesombongan. Hal demikian sering terjadi, terutama ketika dunia semakin transparan dengan adanya media sosial. Di tengah mudahnya akses terhadap informasi, pengetahuan, dan ilmu seperti sekarang ini, kita mesti merenungkan kembali kearifan klasik yang mengajarkan bahwa “sedikit tata krama lebih penting daripada banyak ilmu”. Kegagalan untuk memahami pentingnya akhlak dan adab di antara bidang-bidang ilmu pengetahuan, telah menyebabkan banyak kesesatan, kebencian, dan permusuhan di kalangan Muslim. 

Ilmu-ilmu keislaman yang maju memang mengandung perincian rumit yang berkaitan dengan akidah, mazhab, perbedaan pendapat, dan masalah membingungkan lainnya yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Hanya orang-orang yang memiliki landasan kuat dalam akhlak dan etika Islam, yang mampu menanggapi masalah ini dengan cara terbaik, tanpa menimbulkan kebingungan dan perselisihan di tengah masyarakat, atau terlibat dalam argumen yang sia-sia.

Sebagaimana kiai-iyai kharismatik seperti Gus Mus, Gus Baha, Quraish Shihab, dan Cak Nun, yang selalu mampu memberikan keteduhan dan pijakan yang kuat bagi masyarakat di tengah arus problematika zaman. Jadi, apa rahasianya? tentu saja, akhlak. Akhlak adalah fondasi ilmu yang amat penting. Dengan akhlak dan budi luhur, seseorang yang berilmu akan mampu menghadapi masalah masyarakat modern serta persoalan-persoalan rumit, tanpa terjerumus ke dalam kesesatan dan kebencian.

Akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik adalah jantung Islam. Semua ilmu keislaman diarahkan untuk menyempurnakan perilaku lahir dan batin manusia serta hubungannya dengan Allah dan umat manusia pada umumnya. Ilmu Akhlak, pada kenyataannya, merupakan ilmu yang paling penting untuk semua bidang pengetahuan lanjutan lainnya. Tidak heran, Imam Malik berkata, “belajarlah akhlak yang baik sebelum menuntut ilmu” (Ghara’ib Malik bin Anas, h.45).

Menyempurnakan akhlak manusia adalah tujuan penting dari agama Islam. Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya, aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak (HR. Ahmad). Oleh karena itu, setiap aturan, konsep, dan praktik dalam Islam dimaksudkan untuk pada akhirnya memengaruhi perilaku lahir dan batin kita. Karakter yang baik bukanlah sesuatu yang datang tanpa usaha. Sebagaimana kita mempelajari kitab-kitab besar yang berisi tafsir Al-Qur’an dan As-Sunnah, kita juga perlu mempelajari etika dan tata krama. 

Para sahabat dan ulama Islam selalu memberikan pemahaman bahwa akhlak tidak terpisahkan dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Untuk itulah, mereka mendorong murid-muridnya dan umat Islam secara umum untuk menuntut ilmu sambil belajar akhlak dan budi pekerti yang baik. Tercatat dalam Syu’ab al-Iman (h.1650), Umar bin al-Khattab RA berkata ”Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah kepada orang lain. Belajarlah juga tentang kemuliaan, ketenangan, dan kerendahan hati dari siapa yang mengajarimu. Dan amalkan kerendahan hati bagi mereka yang kamu ajari. Jangan menjadi ulama lalim, dan jangan mendasarkan ilmumu pada ketidaktahuanmu.

Karena akhlak begitu penting dalam Islam, maka etika harus menjadi perhatian utama kita setelah mempelajari dasar-dasar keyakinan dan ibadah Islam. Kita dianjurkan untuk mengutamakan pembentukkan karakter dan perilaku yang baik sebelum secara serius mendekati bidang pengetahuan Islam lanjutan yang terkait dengan tafsir Alquran, Sunnah, akidah, hukum, biografi (al-sirah), sejarah, kepemimpinan, dan cabang ilmu lainnya. Semua Ilmu keislaman yang kita pelajari harus semakin menguatkan akhlak yang kita miliki, bukan sebaliknya. Sebab akhlak itulah tujuan utama dalam ‘mengikuti syariat agama’. Imam Al-Syatibi dalam al-Muwafaqat (2: 124)  menulis, “Syariat, secara keseluruhan, hanya menciptakan akhlak yang mulia.”

Baca Juga  Buya Arrazy Hasyim: Hidup Bahagia Menurut Imam al-Ghazali

Maka dari itu, para pendahulu kita yang shaleh, dengan luasnya pengetahuan dan ilmu yang telah mereka pelajari, selalu mengakui bahwa mereka lebih banyak belajar akhlak dari seorang ulama, daripada tentang ilmunya. Ibnu Wahb berkata, “Apa yang saya pelajari dari akhlak Malik lebih baik daripada ilmunya” (Jami’ Bayan al-’Ilm, h. 581). Menurut riwayat, ibu Imam malik selalu mendorong anaknya untuk mempelajari akhlak dan tata krama dari gurunya, “Pergilah ke Syekh Rabi’ah dan pelajarilah akhlaknya sebelum ilmunya” (Tartib al-Madarik, 1:130)

Para pendahulu yang saleh akan mempraktikkan adab-adab terlebih dahulu, baru kemudian mulai mencari ilmu dan belajar. Akhlak dan adab adalah dua sisi mata uang yang sama, dua aspek realitas etis tunggal. Akhlak adalah sifat-sifat yang bersemayam di dalam hati atau disebut juga karakter, dan adab adalah perilaku lahiriah yang dimanifestasikan orang, yang disebut juga budi pekerti. 

Dengan kata lain, adab yang baik adalah hasil dari akhlak yang baik. Oleh karena itu, kita perlu belajar tentang cara-cara mencapai kesucian hati, yang akan menata perilaku sosial kita. Budi pekerti yang luhur merupakan hasil dari hati dan jiwa yang indah. Jadi, penting sekali untuk mentransformasikan kekuatan batin kita ke dalam tindakan. 

Dengan mengutamakan adab, dan berusaha untuk mementingkan akhlak dalam proses belajar, maka seorang pembelajar tidak akan mudah jatuh ke dalam jurang kesombongan. Ia juga akan mampu mengeliminir perdebatan dan argumen yang tidak perlu seputar Ilmu. Sebab, perdebatan tentang ilmu yang suci hanya akan menyebabkan padamnya cahaya ilmu di dalam hati manusia dan mengakibatkan kebencian dan perselisihan.

Jadi, solusi bagi membudayanga perdebatan pahit, sektarianisme, dan kesombongan di kalangan terdidik dan sama-sama berilmu ialah ‘kembali mengedepankan etika dan akhlak sebagai ilmu utama Islam’. Mempelajari ilmu-ilmu harus selalu diiringi dengan meningkatnya akhlak. Tujuan dari segala sesuatu yang kita pelajari dalam Islam adalah untuk menjadikan kita orang yang lebih baik, hamba Allah yang lebih baik, dan sahabat yang lebih baik bagi umat manusia pada umumnya. Ketika kita memahami pentingnya akhlak bagi ilmu, kita akan mampu menghadapi masalah modern dan persoalan-persoalan rumit tanpa terjerumus ke dalam kesesatan dan kebencian.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.