QS. An-Naml 18-19: Belajar Kebesaran Jiwa dari Makhluk yang Kecil

RecommendedQS. An-Naml 18-19: Belajar Kebesaran Jiwa dari Makhluk yang Kecil

Al-Quran secara konsisten mengapresiasi tindakan besar dan heroik dalam kepemimpinan. Tidak hanya kepemimpinan para nabi dan raja, al-Quran juga mengabadikan kepemimpinan heroik makhluk kecil yaitu semut. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi, saat Nabi Sulaiman bersama bala tentaranya melewati sekumpulan koloni semut yang sibuk, …berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarang mu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 18). Nabi Sulaiman, Raja, pemimpin, dan kita semua yang membaca al-Quran, diajak untuk merenungkan besarnya jiwa kepemimpinan dari makhluk sekecil semut. 

Surat An-Naml adalah sebuah surat yang menampilkan beberapa figur pemimpin yang luar biasa, yakni Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’. Bukan itu saja, di dalamnya juga hadir sosok ratu semut, yang bahkan diangkat sebagai nama dari surat ini. Meskipun hanya dari kalangan serangga kecil di sebuah lembah, besarnya tanggung jawab kepemimpinan Ratu semut tidak luput dari perhatian Al-Quran. Kepemimpinan yang baik adalah sebuah ikhtiar dan pilihan, bukan bagian dari DNA maupun gen seseorang. Siapapun dapat memilih untuk berani, percaya diri, maju ke depan dan dengan tulus merubah kondisi masyarakatnya menjadi lebih baik. 

Tidak peduli seberapa kecilnya semut, mengatur dan mengorganisir kaumnya menuju keselamatan adalah tindakan yang sangat besar dan hebat. Untuk itulah, kita patut merenungkan tindakan seekor semut berhasil melindungi koloninya, bahkan terhadap ancaman kekuatan yang jauh lebih besar daripada wujud mereka. Di sini al-Quran juga menguji kerendahan hati kita, menekan ego dan menghilangkan gengsi, dengan mengajarkan kita untuk mengambil hikmah kepemimpinan yang baik dari seekor semut yang remeh. 

Di dalam surat An-Naml ayat 18 tersebut, pemimpin semut menggunakan suara yang tegas untuk memperingatkan koloninya agar berlindung dari bahaya yang akan terjadi saat pasukan manusia melalui tempat mereka. Semut itu juga tidak menyalahkan Sulaiman AS dan bala tentaranya ketika mereka hampir diinjak-injak. Mereka tahu bahwa manusia tidak menyadari keberadaan mereka di sana. Suara feminin semut yang melindungi rakyatnya, paralel dengan suara Ratu Saba yang juga berusaha melindungi rakyatnya dengan memilih jalan diplomasi yang damai dan menghindari perang (QS. An-Naml: 33-34).

Ucapan semut adalah bentuk kasih sayang dan sikap tegas untuk menjaga keselamatan komunitas. Ini mengajarkan manusia tentang persaudaraan, perlindungan, serta nasihat kepada sesama. Tidak dipungkiri lagi, tindakan heroik semut di sini merupakan petunjuk yang sangat penting bahkan di dunia modern saat ini. Dalam hal ini, Tantawi Jauhari menulis di dalam kitab tafsirnya yang berjudul Jawahir Fi Tafsir Al-Quran Al-Karim bahwa, jika orang tidak mengerti tentang hikmah penciptaan hewan, sebenarnya mereka rugi dan berada dalam bahaya besar. Mereka hanya tahu bahwa hewan itu ada tetapi tidak menyadari mengapa mereka diciptakan, apalagi untuk mengambil pelajaran dari mereka.

Baca Juga  Berpolitik di Masjid

Kita diajarkan untuk tidak berhenti berpikir dan menganggap mereka hanya sebagai serangga. Sebaiknya, kita dibimbing untuk mengambil pelajaran besar dari makhluk kecil tersebut. Sebagaimana pada ayat setelahnya, Nabi Sulaiman menarik hikmah dari fenomena semut ini. Ia tidak hanya mendengarkan ucapan semut, tetapi ucapan semut itu juga memicu kesadaran dan introspeksi baginya. Meskipun Nabi Sulaiman sedang serius-seriusnya mengerahkan pasukan militer yang setia dan kuat, tetapi setelah mendengar perkataan semut, Sulaiman AS tergerak untuk berdoa dan memohon ilham dari Allah SWT.

Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 19) 

Dengan mengamati semut itu, perspektif militer Sulaiman AS bergeser ke pandangan teologis. Dalam pertemuan dengan semut ini, Nabi Sulaiman diuji tentang rasa syukur dan kerendahan hatinya kepada Tuhan. Kekuatan dan kekuasaannya mungkin tak tertandingi di antara manusia, tetapi dia tetap harus tunduk kepada Tuhan dan memperhatikan seekor semut. 

Kutipan tentang aksi heroik seekor pemimpin semut dalam An-Naml ayat 18, menggugah akal untuk memperhatikan kerapihan, pengorganisasian, serta kepemimpinan yang baik yang diberikan oleh Allah kepada makhluk-Nya yang kecil. Seruan semut kepada sesamanya ini menunjukkan bagaimana hewan, yang memiliki banyak keunikan ini, memimpin, mengatur urusannya, dan melindungi rakyatnya. 

Pemimpin semut telah melakukan apa yang telah dilakukan oleh raja, yakni mengatur dan memimpin. Fakta ini juga menjadi sebuah kritik keras bagi suatu kaum yang tidak mengatur urusannya dengan kepemimpinan yang heroik dan maslahat. Keadaannya berarti lebih rendah dari sekumpulan hewan, dan nyalinya lebih kecil dari seekor semut. Sekali lagi, Al-Quran tidak hanya mengajarkan apa artinya menjadi pemimpin sejati, tetapi juga benar-benar melatih kerendahan hati, kesederhanaan, dan empati, untuk mengambil pelajaran kepemimpinan dari makhluk-Nya yang lebih kecil. 

Singkatnya, semut dalam an-Naml ayat 18 menginspirasi kita untuk segera menumbuhkan jiwa kepemimpinan yang berorientasi pada keselamatan dan kemaslahatan bersama. Kita harus peka terhadap keselamatan sesama dan berani bersuara lantang untuk menyelamatkan orang-orang dari bahaya dan kekerasan. Semut hidup di koloni sosial yang kompleks. Mereka memiliki fungsi dan tugas masing-masing, yang diatur menurut sistem rumit. Tidak jauh berbeda dengan manusia, semut adalah binatang yang hidup bermasyarakat dan berkelompok, mereka memiliki sistem sosial yang kompleks dan rumit. Wujudnya yang kecil, tidak menghalangi mereka untuk melakukan nilai moral yang besar, seperti ketelitian, etos kerja yang sangat tinggi, dan kepemimpinan yang heroik.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.